Rabu, 28 Maret 2012

House 121 - part.5

0 komentar

Dari bagian 4


Laki-laki tersebut tersenyum memandangku, "Dik Tony jadi terangsang yah," ucapnya tersenyum.
"Bapak suka dengan kontol Dik Tony ini, sudah besar, panjang, bengkok. Bengkoknya ini yang Bapak suka, Bapak jarang mendapatkan kontol yang seperti ini," ucap Pak Arnan, yang memegang kontolku.

Laki-laki tersebut memasukkan kontolku ke dalam mulutnya, mengisap-isapnya, mengemut-emutnya.

"Akhh.." desahku
"Saya sudah tak sanggup lagi Pak, tolong jangan lakukan," ucapku.
"Jangan khawatir sayang, jangan khawatir," ucap Pak Arnan, namun terus melakukannya.

Batang kontolku terus diisap-isap, dijilati, biji totongkupun di emutnya dan beralih ke kontolku lagi. Mulutnya menarik-narik batang kontolku, seperti anjing menarik-narik daging. Akhh.. Aku tidak tahan, hingga kakiku mengejang, laki-laki tersebut menghentikan permainannya, memandangku, dan melepas kontolku dari mulutnya, aku tahu laki-laki tersebut menelan mani yang ku keluarkan. Pak Arnan mengelap kontolku lagi. Pahaku mendapat giliran, diusap-usapnya dengan handuk hangat, hingga pantat, dan lubang pantatku di usap-usapnya, hingga akhirnya laki-laki tersebut menyelesaikan pekerjaannya, meletakkan baskom kecil tersebut di atas meja.

Pak Arnan membuka celana pendeknya, laki-laki tersebut tidak memakai kolor lagi, berjalan ke arah ku menaiki ranjang, mendekatiku, hingga tepat kontolnya berada di depan mukaku. Pak Arnan menggenggam kontolnya yang besar dan panjang itu mengarahkan ke mulutku, dia menyuruh untuk mengisap kontolnya seperti yang dilakukannya terhadap kontolku. Dengan pelan aku telan kontol laki-laki tersebut.

"Isap-isap, emut-emut, sayang," ucap Pak Arnan.

Aku melakukannya, kujilati juga batang kontolnya seperti yang dikatakannya. Perasaan jijik aku belakangkan. Kontol Pak Arnan kembali memasukan kontolnya ke dalam mulutku dan menekan pantatnya, kontolnya masuk lebih dalam, laki-laki tersebut menyodok-nyodok mulutku dengan totongnya.

"Akh.. Akhh.. Akhh," desahnya merasakan kegelian. Pak arnan mengentot mulutku, hingga desahannya yang panjang membuat dia menghentikan gerakannya, aku merasakan maninya masuk dalam mulutku, mau muntah rasanya aku. Laki-laki tersebut mengeluarkan kontolnya dari mulutku, aku langsung meludah keranjang mengeluarkan maninya dari dalam mulutku. Pak Arnan tersenyum, dan mencumbu bibirku, laki-laki tersebut melumat bibirku, memasukan lidahnya ke dalam mulutku, saat itu Bang Nainggolan keluar dari pintu kamar mandi.

Bang Nainggolan mengelus punggung Pak Arnan, laki-laki tersebut membalas dengan mengelus-elus tangan Bang Nainggolan, dan turun dari ranjang memegang kontolnya, Bang Nainggolan jongkok menyambut kontol Pak Arnan dan langsung menelannya, Akhh.. Terdengar desahan kuat Pak Arnan, dan desahan suara kencing Pak Arnan terdengar masuk ke dalam mulut Bang Nainggolan, kontol Pak Arnan dikeluarkan sedikit dan kelihatan dari lubang totongnya, mancur air kencing berwarna putih, dengan enaknya Bang Nainggolan menampung air kencing Pak Arnan dengan mulutnya.

"Akhh, desah Pak Arnan, memutar kepalanya dengan cepat, sehingga keringatnya bercipratan. Pak Arnan menaiki ranjang, menungging dengan pantatnya ke atas, mulut laki-laki tersebut menjamah kontolku, sementara Bang Nainggolan memasukan kontolnya ke dalam lubang pantat Pak Arnan dan menyodominya. Tubuh Pak Arnan maju mundur sambil terus membetot totongku.

Pak Arnan menyuruhku menyodomi Bang Nainggolan, hingga kulampiaskan juga nafsu ku pada laki-laki tersebut, perasaanku yang marah padanya, sehingga aku melakukannya. Pak Arnan memintaku untuk menyodominya lagi, akh.. Ternyata begitu enaknya kurasakan, hingga entah beberapa kali maniku keluar yang kadang kala di telan Bang Nainggolan atau Pak Arnan. Hari itu kami bertiga saling melampiaskan nafsu sesama lelaki. Kami bertiga merasa kelelahan, hingga istirahat untuk makan dan tidur. Malam hari Pak Arnan mencumbuku lagi, aku pun tanpa malu-malu lagi membalas cumbuannya, menciuminya, menjilati tubuhnya yang berbulu, menelan kontolnya, mengisap-isapnya, mengemutnya, hingga laki-laki tersebut menyemprotkan maninya ke dalam mulutku. Sementara Bang Nainggolan mengocok-ngocok kontolku dengan mulutnya. Betapa senangnya Pak Arnan, ternyata aku tunduk dengan permainannya.

Dua hari aku tidak berangkat kuliah, terkurung di kamar dengan kedua laki-laki ini yang tidak henti-hentinya mengentot, bercumbu, mengocok-ngocok kontol dengan mulutnya, menelan air mani dan entah apa lagi berikutnya.

Hari itu aku Pak Arnan memutar kaset yang ternyata kaset kami sedang melakukan sodomi, aku melihat begitu bernafsunya mencumbu Pak Arnan dan Bang Nainggolan, menciumi, menjilati dada Pak Arnan yang berbulu, mengisap-isap kontol Pak Arnan dan Bang Nainggolan, menyodomi Pak Arnan dan Bang Nainggolan dan kedua laki-laki tersebut juga sama dengan halnya aku, kami terus melampiaskan nafsu kami. Akh, ternyata permaianan kami direkam Pak Arnan, hancurlah hidupku jika kaset ini tersebar, di lihat orang-orang terdekatku. Pak Arnan tersenyum, mencium bibirku.

"Bapak tahu apa yang sedang kamu pikirkan, tenang Bapak tidak akan membuat masa depanmu menjadi suram karena kaset ini, ini menjadi rahasia kita, selagi kamu tidak menentang Bapak, Dik Toni akan aman saja dan justru Bapak menawarkan Dik Tony untuk tinggal bersama Bapak," ucap laki-laki tersebut.

Bagiku itu merupakan ancaman yang jika aku tidak menuruti kemauannya akan berakhirlah hidupku. Pak Arnan kembali mencumbuku, mengajak bermain lagi, yah.. Apa boleh buat akupun melayaninya agar tidak terjadi hal yang menyebabkan masa depanku rugi, yang pasti permainan inipun akan di shoot dengan kamera tersembunyi yang letaknya entah dimana.

Akhirnya aku diijinkan untuk keluar dari rumah Pak Arnan setelah 4 hari disekapnya di dalam kamar untuk memuaskan nafsunya dan Bang Nainggolan, dan kupikir nafsuku juga, namun aku tidak menginginkan, aku adalah laki-laki normal. Aku berniat untuk pulang ke kampung, menenangkan pikiranku dahulu, Akhh.. Rumah yang membawa kesialan bagiku, aku menatap rumah Pak Arnan cukup lama.

"Datanglah ke sini, menemuai Bapak, Bang Nainggolan dan Noni," ucap Pak Arnan saat aku pamit.

Dengan uang saku yang diberikan Pak Arnan dengan jumlah yang sangat cukup bahkan lebih untuk menempuh perjalanan ke kampung. Aku sudah tiba di terminal Amplas, membeli tiket tujuan Kampungku. Akh, aku berfikir mungkin bukan aku saja korban Pak Arnan, entah berapa banyak laki-laki yang sepertiku yang telah menjadi korbannya dan siapa berikutnya?

Pak Arnan bergelut di ranjang bersama Noni, laki-laki tersebut terus mencumbu bibir perempuan cantik tersebut sementara pantatnya naik, turun, kontolnya menyodok-nyodok lubang pepek Noni dengan gencar dan cepat, desahan, desahan lembut Noni terdengar menikmati permaian Pak Arnan.

"Enak, enak.. Nikmat.. Nikmat Pa, lagi.. Lagi.. Teruskan, akhh.. Akhh.. Akhh," desah Noni.

Pak Arnan menghentikan permainannya saat mendengar bunyi bel berkali-kali, mengajak Noni turun dari ranjang, dan mereka berjalan menuju sofa di depan ranjang tersebut, Noni duduk di atas pangkuan Pak Arnan yang menyambut bininya tersebut dan memeluknya, pandangan mereka ke monitor TV di depan, kelihatan jelas di monitor TV 29" tersebut Bang Nainggolan bersama 3 laki-laki berdiri di luar pagar. Pak Arnan tersenyum.

"Kamu suka dengan mereka, sayang?" tanya Pak Arnan memegang dagu Noni, perempuan tersebut menatap ke layar TV lagi, "Ketiganya tampan-tampan Pa, dengan badan yang kekar, dan cukup jantan. Laki-laki yang tinggi dan berbadan padat berisi tersebut pasti bisa memuaskan Papa," ucap Noni.

Pak Arnan tersenyum, mencium bibir Noni, mereka bercumbu sesaat, Pak Arnan mengulum bibir perempuan cantik tersebut.

"Papa akan mempersiapkan kebutuhan mereka," ucap Pak Arnan bangkit dari duduknya, berjalan menuju pintu yang terletak disebelah kirinya, membuka pintu engkolnya, laki-laki tersebut menghidupkan lampu di ruangan yang cukup luas tersebut, menekan tombol power komputer dan Pak Arnan mengambil 3 bingkai photo 10 R dari laci dan memasangnya ditembok sebelah kiri ruangan tersebut.

"Sebentar lagi, akan menyusul pasanganmu," ucapnya sambil tersenyum. Pandangan laki-laki tersebut beralih ke photo Tony dalam keadaan berdiri telanjang bulat dan tertawa memperlihatkan giginya yang putih terpampang dan sudah terbingkai dengan bagus dan rapi, bingkainya pun beda dengan bingkai photo-photo yang lain yang jumlahnya puluhan, semuanya sama terenyum, dengan posisi berdiri dan telanjang bulat, kesemuanya adalah laki-laki yang jantan, tampan dan masih muda. Di bagian bawah tertulis nama lengkap mereka.

"Apa khabar Dik Tony?" ucap Pak Arnan, menyentuh photo tersebut tepat pada kontolnya, tangan Pak Arnan beralih ketulisan nama yang dengan jelas terbaca Ir. Tony. Laki-laki tersebut memeriksa kedua pintu yang letaknya bersampingan, pintu dimana menuju ruang kamar kost yaitu kamar 1 dan kamar 2. Terkunci, laki-laki tersebut mematikan lampu sebelum keluar dari ruangan tersebut.

Pak Arnan mendekati Noni yang masih duduk di sofa, "Kita lanjutkan permainan kita Ma? Mereka bisa menunggu," ucap Pak Arnan, Noni menyambut tangan Pak Arnan dan mereka berdua menuju ranjang dengan tersenyum..


E N D

Read More

House 121 - part.4

0 komentar

Dari bagian 3

Bang Nainggolan menghidupkan TV dan film akan dimulai. Kami terdiam, sementara Pak Arnan dengan santai duduk sambil mengisap rokoknya dalam. Aku menyaksikan adegan di mana aku mengentot Noni di layar TV. Aku terkejut, ternyata adegan tersebut bertolak belakang dari kejadian sesungguhnya. Dengan durasi film yang hanya 15 menit, aku melihat bagaimana aku mengentot Noni dalam posisi menghimpit tubuhnya yang terlentang, sementara tangannya ke atas dengan handuk melilit kedua tangannya, dan ditambah disamping tubuh Noni ada sebuah pisau, suara Noni yang terdengar juga tidak suara saat itu, aku mendengar Noni menangis, menjerit, hentikan.. hentikan.. ucapnya.

Aku ingat saat melakukannya Noni memang memintaku untuk melilitkan handuk ku ke tangannya, tapi pisau itu, pisau itu bukan milikku. Aku menyadari bahwa aku dijebak, Noni pintar bersandiwara. Lemaslah tubuhku, dengan kaset ini aku bisa diadili, oh.. Amang desahku lirih dengan putus asa.

Aku memandang Pak Arnan, "Ini bohongan kan Pak, tidak begini kejadiannya, Bapak banyak mengedit yang lainnya bukan? Ini tidak benar," ucapku.
Pak Arnan tersenyum. "Dengan kaset itu, Dik Toni dapat diadili".
"Apa mau Bapak sebenarnya dengan membuat ini?" tanyaku.

Aku melihat Pak Arnan tersenyum, dengan senyumnya yang dingin seperti pembunuh. Laki-laki tersebut bangkit dari duduknya.

"Simple, simple saja Dik Tony, Jiwa dibalas dengan jiwa, tubuh dibalas dengan tubuh, dan pemerkosa dibalas dengan pemerkosaan juga," ucap laki-laki tersebut.

Aku terkejut, laki-laki ini mau memperkosaku? tanyaku dalam hati. Bang Nainggolan menangkap tubuhku, tanganku dipegangnya, diplintir kebelakang hingga tubuhku diseret ke ranjang.

"Sekuat apa kau berontak, sekuat itu juga tanganku memelintir tanganmu," ucap laki-laki tersebut.

Pak Arnan naik ke atas ranjang, membuka celana jeansku bersamaan dengan kolor yang aku pakai.

"Eemm," desahnya melihat kontolku. Laki-laki tersebut meremas-remas kontolku.
"Ternyata benar-benar besar dan panjang Bang Nainggolan," ucapnya tersenyum.

Pak Arnan membuka celana pendeknya, kontolnya yang besar dan panjang melebihi kontolku, menjulur seperti belalai sampaimenyentuh seprei ranjang. Pak Arnan memukul-mukul kontolku dengan kontolnya. Kemudian laki-laki tersebut menaikkan kedua kakiku dan meletakannya di atas pundaknya.

Akh.. Aku tidak bisa berbuat apa-apa, matilah aku, pikirku. Kontol Pak Arnan yang besar dan panjang itu dipaksa masuk ke lubang pantatku. Akh.. Inilah yang dikatakan Robert, "Bukannya untung malah buntung," bukannya mendapatkan lubang pantat Noni, malah justru lubang pantatku yang menjadi korban.

Pak Arnan menekan pantatnya, hingga batang kontolnya masuk lebih dalam ke lubang pantatku. Akh.. Sakitnya, aku menggigit bibirku manahan sakit. Kembali Pak Arnan menekan pantatnya. Akhh.. Desahnya. Koyakan lubang pantatku terdengar, Pak Arnan malah asyik menggoyang-goyangkan pantatnya sambil menjilati jari-jari kakiku, mengisap-isapnya, mengemut-emutnya, tangannya sesekali meremas-remas kontolku, mengelus-elus bulu-bulu kakiku, di pahakuyang lebat.

Aku merasakan tanganku dilepaskan Bang Nainggolan dari cengkramannya, laki-laki tersebut melepaskan kaosku, mengelus-elus dadaku yang bidang, kadangkala menarik-narik puting tetekku. Laki-laki tersebut duduk di atas dadaku setelah melepas kolornya, dan gila, laki-laki tersebut menyuruhku untuk mengisap-isap kontolnya.

"Ayo, buka mulutmu," ucapnya dengan memaksa dan tekanan sehingga aku melakukannya.

Bang Nainggolan langsung memasukkan batang kontolnya yang sudah membesar dan panjang ke dalam mulutku, menekan pantatnya sehingga batang kontolnya masuk lebih dalam lagi ke dalam mulutku. Aku tidak bisa bernafas karenanya, terbatuk dan mengeluarkan dahak, Bang Nainggolan mengulanginya lagi.

Pak Arnan mengatur posisiku dengan memiringkan tubuhku dan dari arah samping laki-laki tersebut menyodomiku, menekan-nekan pantatnya dengan cepat, desahan-desahan Pak Arnan terdengar dengan jelas dan sesekali laki-laki tersebut menciumi, menjilati leherku. Aku tidak mengerti, laki-laki setampan ak Arnan ternyata homo sex, bagaimana dengan Noni? Hal-hal begitu sesekali terlintas dalam benakku.

Sementara itu Bang Nainggolan menghadapkan kepalanya ke kontolku, laki-laki besar, tampan berperawakan jantan tersebut mengisap-isap kontolku, mengulumnya, menjilati batang kontolku dari ujung sampai pangkalnya. Akhh.. Rasa geli dan sakit aku rasakan. Bang Nainggolan menjilati kepala kontolku yang besar, kedua biji totongku dijilatinya, diisap-isapnya, dikulumnya ke dalam mulutnya.

Akh.. Desahku keluar, beda rasanya saat Mira atau lonte-lonte losmen mengisap kontolku, dengan kuluman Bang Nainggolan yang sedikit kasar dan berani, hingga seluruh batang kontolku amblas ditelannya.

Enak, juga, ucapku pelan namun rasa sakit juga masih ada. Pak Arnan dengan giat melancarkan serangannya, menyodomi lubang pantatku. Desahan-desahan Pak Arnan masih jelas ku dengar, beberapa kali dia mengatur nafasnya, menarik nafasnya dalam, hingga puncak kenikmatan dia rasakan dengan suara desahan panjang dan kakinya yang mengejang. Pak arnan lalu, mencabut kontolnya dari lubang pantatku.

Bang Nainggolan menelungkupkan badanku dan menaiki tubuhku, akh, ternyata laki-laki ini menggantikan Pak Arnan, untuk menyodomiku. Aku rasakan kontol Bang Nainggolan masuk ke dalam lubang pantatku, dan menekannya beberapa kali, Akhh.. Desahnya panjang dan Bang Nainggolan menyodok-nyodok lubang pantatku. Aku menggigit bantal menahan sakit.

Malam itu kedua laki-laki tersebut melampiaskan nafsunya terhadapku, bergantian, dengan berbagai posisi yang aku lakukan saat bersama Noni, dan entah berapa kali aku menyemprotkan maniku, saat dikocok-kocok, diisap--isap, dijilati oleh Pak Arnan dan Bang Nainggolan. Kedua laki-laki tersebut tidak puas-puasnya. Tenagaku terkuras habis, keringat ditubuhku beberapa kali di lap oleh Pak Arnan.

Bang Nainggolan mengangkat tubuhku, mendudukan aku dengan bersandar ditubuhnya yang berada dibelakangku. Laki-laki tersebut memelukku erat. Pak Arnan berdiri dihadapanku dan duduk dipangkuanku, laki-laki tersebut mendekatkan tubuhnya lebih dekat lagi, memegang kontolku dan memasukannya ke dalam lubang pantatnya.

"Enak, enak sayang," ucapnya mengelus pipiku, sementara tubuhnya bergoyang-goyang naik turun di atas tubuhku, kontolku dengan tepat masuk keluar ke lubang pantatnya. Sesekali laki-laki tersebut mencium bibirku, menjilatinya, mencumbui leherku, pipiku, akh.. Seluruh wajahku habis dijilatinya senti demi senti. Akh.. Desahku, kakiku mengejang tidak mampu menahan puncak kenikmatan yang aku rasakan. Aku benar-benar lemas. Bang nainggolan melepaskan pelukannya, duduk di sampingku, Pak Arnan berdiri dan menghampiri Bang Nainggolan, laki-laki tersebut menyambut kedatangan Pak Arnan memeluknya, seperti halnya memelukku dari belakang. Bang Nainggolan mengelus-elus dada Pak Arnan yang berbulu, laki-laki tersebut tersenyum padaku, memegang pipiku.

"Kalau Dik Tony mau menjadi bagian dari Kami, menjadi anggota keluarga Bapak, seperti halnya Bang Nainggolan," ucap Pak Arnan sambil mengelus-elus paha Bang Nainggolan. Aku hanya diam, melihat mereka yang sedang bercumbu, saling berciuman.

"Istirahatlah, besok kita berpesta lagi," ucap Pak Arnan padaku mengelus dadaku.
Bang Nainggolan turun dari ranjang, Pak Arnan menjangkau badanku, "Mari kita tidur Dik Tony, besok kita lebih menikmati permainan yang lebih seru lagi, Bapak belum puas melampiaskan nafsu bersamamu, Bapak sangat menyukai pemuda seperti Dik Toni ini".

Pak Arnan memelukku dan aku juga mulai memejamkan mataku, rasa lelah yang teramat sangat. Tenagaku terkuras habis. Aku tidak ingat apa-apa lagi, aku baru sadar dan melihat Pak Arnan tersenyum menghampiriku sambil membawakan hidangan di atas mini table dan meletakannya di atas tubuhku, aku menggeser badanku dan duduk. Pak Arnan memberikan gelas yang penuh dengan susu kental, aku meminumnya.

"Pelan-pelan saja sayang," ucap Pak Arnan, mengusap-usap kepalaku.

Susu tersebut habis ku minum.

"Bagus sayang," ucap Pak Arnan, mengusap bibirku dengan saputangan dan Pak Arnan memberikan telur setengah matang, laki-laki tersebut menyuapiku, seperti anak kecil. Laki-laki tersebut melayaniku, dan menyuapiku terus hingga 3 butir telur setengah matang habis aku lahap.

"Begitu senang Bapak melihat kamu, Kamu betul-betul selera yah," ucap Pak Arnan. Akhh.. Setelah banyak tenagaku terkuras, aku ingin memulihkan tenagaku.
"Saya mau kuliah Pak," ucapku
"Hari ini tidak usah masuk yah sayang, lagian sudah jam 2 siang," ucap Pak Arnan.

Aku melihat jam waker di atas TV yang menunjukan jam 2:12. Akh, akhirnya aku bolos padahal selama 3 bulan aku tidak melakukannya. Laki-laki tersebut mengambil handuk yang sudah dibasahi dengan air, dan Akh.. Segarnya ucapku pelan, handuk tersebut begitu hangatnya. Satu persatu tubuhku merasakan usapan air handuk tersebut, punggungku, leherku, mukaku, badanku, tanganku, ketiakku digosok-gosok Pak Arnan dengan handuk hangat tersebut. Pak Arnan menjilati bulu-bulu ketiakku yang lebat.

"Akkhh, Bapak menyukainya," ucapnya, hingga sampai jari-jariku diusap-usapnya, berikutnya tanganku sebelah kiri lagi, dan kembali Pak Arnan menjilati, menciumi bulu-bulu ketiakku, aku merasa kegelian. Pak Arnan mengelap badanku, hingga ke bawah, totongku mendapat giliran, laki-laki tersebut mengelap batang kontolku, membuka kulit ujung kontolku yang kuncup dan membersihakan bagian dalamnya.

"Akhh.."desahku kegelian. Pak Arnan tersenyum dan melanjutkannya lagi, lama Pak Arnan mengusap-usap kontolku dengan handuk hangat tersebut, hingga kontolku bereaksi menjadi menegang dan membesar.


Ke bagian 5

Read More

House 121 - part.3

0 komentar

Dari bagian 2


Noni bukannya meronta justru membalas cumbuanku, ternyata perempuan ini menyukainya, dia pasti bosan dengan Pak Arnan yang sudah tua itu, kontolnya mungkin sudah lembek, impoten sehingga Noni tidak puas dengan nya. Sebentar lagi akan kau rasakan kontol Abang, sayang ucapku dalam hati.

Aku terus mencumbui bibir Noni, aku menjilati lidahnya, Noni membalas dengan mengeluarkan lidahnya, dan sesaat lidah kami saling bersentuhan, akhh.. Nikmatnya, aku menarik bibir bagian bawah perempuan tersebut, aku membetotnya dan lama baru aku lepaskan. Sementara tanganku meremas-remas tetknya, ku raskan teteknya begitu padat dan kencang. Kutarik kaos Noni ke atas dan langsung teteknya ku telan, ku isap-isap berhgantian. Permainan ku membuat Noni mendesah keenakan, aku semakin bersemangat, ku jilati puting payudara Noni, ku isap lagi, ku tarik dengan bibirku.

"Akhh.. Akhh.. Enak Bang, Geli.. Geli.." desah Noni.

Aku membuka koas Noni, rok, dan sekaligus celana dalamnya. Hingga Noni telanjang bulat dihadapanku. Melihat tumpukan memeknya yang tebal, putih dengan jembut-jembutnya yang habis dicukur rapi, membuat aku semakin terangsang dan bersemangat. Aku menekan vagina Noni dengan tanganku.

"Akhh.. Akhh.." desah noni lagi menggelinjing, keenakan.

Tanganku terus menekan-nekan slepetnya, sambil terus mengisap-isap teteknya bergantian. Aku membuka handuk yang melilit di pinggangku, kontolku semakin besar dan panjang, kulit atas kontolku sudah terbuka, kepala kontolku yang besar dan merah sudah menantang.

Aku membimbing tangan Noni ke kontolku, perempuan tersebut langsung memegangnya dan sesekali mengocok-ngocoknya. Aku jilati lehernya, kuciumi dari atas leher, dagu, bibir, hidungnya yang mancung dan telinganya. Noni mendesah lagi.

"Isap kontol Abang," bisikku.

Noni menggeleng, aku tidak memaksanya, dan terus mencumbui perempuan tersebut, seluruh tubuhnya kujilati, suatu saat kau akan menuruti keinginanku, pikirku. Aku menelentangkan Noni, dan langsung kutindih, cumbuan-cumbuan ku terus mendarat dibibirnya, dagunya, pipinya dan hidungnya. Tanganku memegang kontolku, dan perlahan aku memasukan kontolku ke lubang slepetnya.

"Akhh.. Akhh, Bang," desah Noni lagi.
"Enak, sayang," bisiku, Noni mengangguk.

Kutekan pantatku, sehngga kontolku masuk lebih dalam ke slepetnya, hingga ku tekan lagi, akh, kontolku dijepit kuat di dalam slepet perempuan ini. Aku mulai menggoyang-goyangkan pantatku perlahan. Desahan-desahan Noni terus keluar, memacu semangatku untuk mengentotnya. Sesekali aku sodok slepet noni dengan kencang, desahannya semakin kuat terdengar, aku menghentikannya menarik nafas,

"Enak, sayang, enak, nikmat ah," bisiku lagi.

Aku terus melanjutkan permaianan nafsuku, akupun merasakan kenikmatan bersetubuh dengan perempuan ini. Aku terus berkosentrasi dengan tubuh Noni yang selama ini membuatku terangsang. Posisi demi posisi ku atur dan Noni mengetahui posisi yang aku inginkan untuk mengentotnya. Dugaanku semakin yakin, bahwa Noni juga menginginkan ku, karena perempuan ini tidak menolak saat aku minta dia untuk melakukan posisi yang aku minta, bahkan Noni dengan cepat melakukannya. Dan yang pasti dia juga sudah berpengalaman untuk melakukannya.

Sudah 2 kali aku melepaskan maniku ke dalam slepetnya, namun aku tidak mau menyianyiakan kesempatan yang mungkin tidak datang esok hari, pokoknya malam ini Noni menjadi milikku seutuhnya, akan kunikmati tubuhnya ichi demi inci, akan ku keluarkan maniku sebanyak-banyaknya, akan kubuat engkau menikmati permainanku, sayang, ucapku. Aku terus memeluk Noni, dari arah samping pantatku ku tekan, ku sodok-sodok memeknya dengan batang kontolku yang besar, dengan cepat aku lakukan, membuat desahan Noni tak henti-hentinya terdengar.

Dengan tiba-tiba suara mobil memasuki halaman garasi, membuat Noni bangkit dari pelukanku, aku pun melepas pelukanku dengan sedikit kecewa, karena permainanku sedikit menggantung, namun aku sudah mencapai puncak kenikmatan sampai 3 kali. Noni cepat-cepat mengambil pakaiannya dan pakaian kotorku.

"Sial," teriakku.

Noni keluar dalam keadaan telanjang bulat, namun kolornya yang berwarna pink tertinggal, dan aku memuaskan nafsuku yang tanggung tersebut dengan mengocok-ngocok kontolku dengan memakai celana dalamnya tersebut. Sampai puncak kenikmatanku muncul, maniku menyemprot ke atas, crot.. crot...

Aku menciumi celada dalam Noni yang harum tersebut. Jam 12 malam ternyata sudah, tak terasa aku mengentot Noni sampai 2 jam lebih, itupun belum puas kurasakan. Gila, perempuan tersebut ternyata benar-benar memuaskanku dan paling lama.

"Kau pemecah record, Noni ku.. Sayang?" teriakku sekuatnya karena aku tahu bahwa tidak ada yang mendengarkanku.

Entah kapan aku mulai tidak merasakan apa-apa lagi, dan saat aku bangun ternyata sudah siang.

"Wah gawat, sudah jam 9 lebih 10 menit," ucapku, bergegas masuk ke kamar mandi.

Aku langsung keluar kamarku, berlari sampai aku melompati pagar rumah karena terlalu lama untuk membuka kunci pagar tersebut pikirku. Aku melihat becak mesin Bang Nainggolan ternyata terpakir di samping pohon cemara. Tanpa berfikir lama lagi, aku terus berlari kecil, meninggalkan rumah tersebut, aku tahu aku telah terlambat, terpaksa hadir pada jam mata kuliah ke 3. Akh, padahal aku tidak pernah bolos sebelumnya, ini akibat Noni, perempuan tersebut memang luar biasa.

"Wah, dasar untung kau, Ton, sangat beruntung, mimpi apa kau sebelumnya?" tanya Robert saat aku menceritaan kejadian yang luar biasa tadi malam bersama Noni.
"Kapan-kapan, ajak akulah Ton, kita entot perempuan itu sama-sama, kita mengentotnya dengan posisi Humberger. Dia di tengah, kau di bawahnya sementara aku di atasnya menyodomi lubang pantatnya. Lubang pantatnya pasti masih perawan, masih kecil, akh.. Enak.. Enak," ucap Robert menghayal.
"Dia itu mana mau ngentot dengan kau".
"Kenapa memangnya Ton?"
"Kontol kau terlalu pendek baginya," jawabku.
"Ala.. Hanya beda beberapa senti dengan kontol kau, kontol kau hanya menang di bengkoknya saja," ucap Robert, temanku itu memang tidak mau kalah.
"Yang pasti dia maunya dengan laki-laki ganteng, seperti aku," ucapku sambil tersenyum.
"Ah, kalau itu kita beda tipis, kau hanya menang di alis tebal dan rambut kau yang plontos itu, tapi mana tahu dia suka rambut lurus seperti aku ini, rambut Tommy F4," jawab Robert lagi tak mau kalah.
"Yang penting Ton, kalau kita mengetotnya berdua, biar dia tahu kehebatan laki-laki dari utara, ah.. Ah.." tawa Robert. Aku juga merasa lucu dan tertawa bersama, dan kami megadu tangan Tost (high five).
"Tapi kita harus hati-hati juga, Ton, jangan sampai ketahuan, kita mau untung jadi buntung. Yang penting aku ingin kontolku ingin mencicipi lubang pantat perempuan itu dulu, lubang pantatnya aku booking lebih dulu Ton, oke," ucap Robert.

Aku tersenyum, burit.. burit... pikirku, kenapa tadi malam aku tidak sempat memikirkannya, padahal aku juga mau merasakan lubang pantat si Noni. Selama ini aku belum merasakan lubang satu itu, kalau oral, lonte-lonte di losmen sering kusuruh untuk mengisap-isap kontolku, apalagi si Mira.

Dengan sengaja aku mampir ke kontrakan Robert untuk menunggu jam 9.30, dan saat aku pulang dan tiba sampai rumah nanti jam 10, jam dimana keberuntungan hari keduaku saat Noni mengantarkan pakaian yang telah dicuci dan disetrika dengan rapi, aku pun baru selesai mandi, duduk di atas ranjang dengan handuk melilit pinggangku, dan Noni masuk membawa pakaianku, lalu aku mengajaknya ke kamar mandi, mengentot di kamar mandi.

"Wah, mikirin jorok nanti malam yah?" tanya Robert, membuyarkan lamunanku.
"Jangan lupa ajak aku yah Ton?".
"Bereslah itu," ucapku.

Dan seperti malam yang sudah kupikirkan sama seperti malam sebelumnya, mobil kijang Pak Arnan tidak ada di Garasi, tapi becak mesin Bang Nainggolan masih terpakir di tempatnya semula, saat sejak pagi aku lihat. Aku mendorong pintu besi, namun tiba-tiba tanganku ditarik dengan tenaga kuat dan langsung diplintir, tubuhku didorong ke tembok hingga bibirku mencium tembok tersebut.

"Bawa dia masuk," kudengar suara yang tidak asing ditelingaku.

Itu suara Pak Arnan. Tubuhku dihempaskan ke atas ranjang oleh Bang Nainggolan. Laki-laki tersebut berdiri, badannya yang besar dan kekar tidak dibalut oleh selembar kain putih, dia hanya memakai kolor saja. Sementara Pak arnan memakai celana pendek dan tubuhnya telanjang. Laki-laki tersebut, duduk di bangku sambil menghisap rokoknya.

"Kau membuat kesalahan besar Dik Tony," ucap Pak Arnan dengan suara yang pelan namun mantap terdengar.
"Maaf Pak, Maafkan saya," ucapku, meminta ampun mendekati Pak Arnan memegang tangannya.
"Saya khilaf Pak, saya tak sadar, Maafkan Saya," ucapku lagi.
"Sayang sekali Dik Tony, hukum akan Bapak jalankan, Bapak tidak akan mengadukan perbuatan Dik Tony ke Polisi".
"Jangan.. Jangan Pak, saya mohon, jangan penjarakan saya," ucapku ketakutan
"Tidak.. Tidak, Dik Tony masih muda, jika Bapak adukan ke Polisi dan mengkopy kaset hasil perbuatan Dik Tony semalam, Bapak akan untung besar,"

Aku terdiam berfikir kata-kata terakhir dari Pak Arnan.

"Maksud Bapak, Bapak memfilmkan perbuatan saya bersama dengan Noni?" tanyaku.

Pak Arnan mengangguk. Aku berfikir, dan jika memang benar apa yang terjadi, berarti aku tidak bisa diadili, karena kejadian semalam adalah perbuatan karena sama-sama suka.

"Baiklah Pak, jika Bapak adukan ke polisi, saya bisa membuktikan bahwa perbuatan saya karena sama-sama suka, saya dan Noni sama-sama menginginkannya," ucapku lantang.
"Dik Tony bisa membuktikannya?" tanya Pak arnan dengan suaranya yang lembut dan terdengar jelas.
"Dari kaset yang katakan tadi," ucapku lagi.
"Putar kaset itu Bang Nainggolan"


Ke bagian 4

Read More

House 121 - part.2

0 komentar

Dari bagian 1

Ada 2 pintu yang bernomor 1 dan 2 di sebelah kiri, aku pikir mungkin inilah kamar kost yang disewakan, jarak antara kamar 1 dan 2 itupun berjauhan, dari ujung ke ujungnya lagi. Kami terus mengikuti perempuan tersebut dari belakang, aku perkirakan dari pintu besi tersebut sampai ke belakang sekitar 100 meter. Di belakang lebih rapi, asri dan bersih lagi, ada kolam kecil yang dibentuk seperti bukit-bukit, ada air terjun kecilnya, jembatan dan ikannya sudah mulai besar-besar ada puluhan jumlahnya.

Aku duduk di kursi persis di depan kolam. Sama seperti kursi di depan teras, kursi kayu lipat, di sampingnya meja mungil dan kursi kayu lipat lagi. Aku disuruh menunggu oleh perempuan tersebut, sementara Bang Nainggolan ikut masuk ke dalam rumah bersama perempuan itu dari pintu belakang.

Sedikit santai melemaskan otot-otot punggungku, sambil mendekap tas ransel yang aku letakan di dadaku. Tak berapa lama laki-laki bertubuh sedang, bulat berisi, berkepala seperti profesor, botak di depan bertelanjang, hanya memakai celana pendek bertuliskan Yonnex, bulu-bulu dadanya tampak tumbuh subur, tangan dan kaki dari bawah sampai pahanya ditumbuhi bulu-bulu lebat, dengan kulit gelap, hidungnya mancung dengan kepala oval dan taik lalat seperti kutil menempel di pipi sebelah kirinya, seperti Al Pacino orang ini pikirku, yah cukup tampan, mungkin keturunan indo atau apalah. Laki-laki tersebut tersenyum mengulurkan tangannya, dan aku sambut dengan menjabat tangannya.

"Maaf, lama menunggu yah?" ucapnya, memperkenalkan diri "Arnan," ucapnya dengan suara yang tidak begitu keras dan terlalu pelan.
"Tony, Pak," aku memperkenalkan diri juga.
"Uf, panas sekali harinya yah," ucap Pak arnan, mengambil posisi duduk di kursi yang satunya.

Tubuhnya berkeringat, basah dan tonjolan kontolnya masih terlihat, membentuk di celana putihnya, aku menebak pasti mereka sedang mengentot siang-siang begini, dan kalau perempuan tersebut adalah bininya pasti dia belum pake Bra juga yah, karena aku lihat puting teteknya membentuk pada kaos putihnya, wah bodoh, pikirku, kenapa aku harus memikirkan yang bukan-bukan, tujuanku cuma mencari tempat kost, kalau sudah tercapai aku bisa ke tempat Mira, bersenang-senang dengan lonte langgananku di Losmen Melati.

Baru 3 bulan aku di Medan, aku beberapa kali mengentot dengan lonte di Losmen hingga aku menemukan lonte yang ahli memuaskanku. Untuk hal begitu bukan hal baru bagiku, di Kampung juga aku sering melakukannya, nafsuku yang begitu besar ditambah lagi pergaulanku yang luas, untuk soal materi aku lebih dari cukup untuk bersenang-senang dengan lonte di Kampungku. Di Kampung, Amang ku termasuk orang yang berada, yah boleh dikatakan Kaya lah untuk ukuran Kampung. Mabuk-mabukan bersama teman-teman dan sekaligus main dengan lonte di lokasi, makanya ke Medan aku juga bertekad untuk berubah, tapi dasar nafsuku yang besar, aku selalu pusing jika kontolku tidak di cuci, makanya seminggu sekali aku pergi ke Losmen untuk mengentot lonte pilihanku.

"Mari lihat kamarnya," ajak Pak arnan.

Aku mengikuti Pak Arnan ke samping, di mana semula Kami masuk, dan betul saja pintu tersebut adalah kamar kost yang disewakan. Pak arnan membuka pintu kamar nomor 1 dan mempersilahkan aku masuk untuk melihat. Ternyata di dalam kamar sudah komplit, ranjang spring bad single, TV, radio, kipas angin, VCD, lemari pakaian, kulkas kecil, meja tulis, dan bangkunya.

"Kamar mandinya di sebelah sini," ucap Pak Arnan, membuka pintunya. Wah, benar-benar bagus seperti hotel saja, kloset wc duduk berpisah dengan tempat mandi yang di pisahkan dengan tirai plastik tebal yang transparant, di samping kloset wc duduk ada pintu dan aku menanyakan pintu tersebut.

"Oh, pintu ini tidak berfungsi, dibelakangnya gudang rumah Bapak," jawab Pak Arnan.
"Bagaimana, cocok?"
"Wah pasti mahal yah Pak?" tanyaku.
"Dengan Dik Tony, Bapak kasih ongkos sewanya 500 ribu saja perbulan"

Aku terkejut, wah murah sekali, dengan fasilitas mewah begini hanya 500 ribu? Aku menahan rasa kagetku, tidak menunjukan kesenangan ku pada Pak Arnan, agar bisa bernegosiasi lagi, mana tahu bisa ditawar lebih murah lagi. Namun yah, memang tidak bisa ditawar lagi, saat aku minta harga di bawah 500 ribu. Akhirnya tanpa pikir-pikir lagi, aku pun setuju untuk menyewa kamar tersebut, dan yang lebih kaget lagi saat Pak Arnan memberikan jatah makan 2X sehari,

"Baju kotor dicucikan dengan bini Bapak, Kamu sudah lihat bini Bapak kan? Noni akan mengambil pakaian kotor Dik Tony seminggu sekali atau Dik Tony boleh meletakannya di belakang," ucap Pak arnan.

"Dan satu lagi, di pintu itu ada beberapa peraturan yang jika dilanggar, Dik Tony harus segera keluar dari tempat ini tanpa pengembalian uang sewa kamar yang telah di bayar," ucap Pak Arnan.

Aku mengangguk dan menghampiri kertas yang sudah dilaminating dan tertempel di pintu, aku membaca point demi point yang berisi 5 point saja dan ternyata tidak memberatkan bagiku.

Isinya:

1. Dilarang membawa perempuan ke kamar.
2. Dilarang membawa teman lebih dari satu orang tanpa izin Pemilik Rumah.
3. Dilarang menyimpan obat-obat terlarang.
4. Dilarang keras membawa senjata tajam dan senjata api.
5. Dilarang membawa/mengajak saudara tanpa izin terlebih dahulu oleh Pemilik Rumah.

Akupun setuju dan berniat untuk mengambil kamar ini. Uang sewa aku berikan pada Pak Arnan. Sebelum Pak Arnan keluar kami berjabat tangan kembali tanda transaksi ditutup.

"Bapak akan membuat perjanjian sewa kamarnya dan sekaligus kwitansi, satu hal lagi, tambah Pak Arnan, Kamar ini dibuat kedap suara, jadi ik Tony bisa menghidupkan TV atau Tape dengan volume suara yang maksimal tanpa takut mengganggu Bapak atau tetangga sebelah, dan jika merokok, fan angin di pintu belakang kamar mandi otomatis berfungsi".
"Selamat beristirahat Dik Tony," ucap Pak Arnan meninggalkanku.

Aku tersenyum tertawa terbahak-bahak karena gembiranya, wah lega rasanya. Aku merebahkan tubuhku dia tas ranjang dengan sprei yang bagus dan harum, hem wanginya, hayalanku beralih ke Noni, bini Pak Arnan, perempuan itu memang betul-betul cantik, kalaulah aku bisa mengentot dengannya, hem.. Noni ucapku lirih, sambil meremas-remas kontolku. Aku betul-betul terangsang dengan perempuan tersebut.

Akhirnya barang-barang aku bawa ke tempat kost baru dibantu oleh temanku Robert. Inang Boru hanya diam dan membuang muka pada saat aku pamit. Aku meninggalkan rumah Inang Boru dengan perasaan dongkol. Ternyata hubungan persaudaraan tidak berharga sama sekali dibanding guci yang aku pecahkan. Suatu saat jika aku berhasil nanti, akan ku ganti Guci itu Inang Boru, ucapku dalam hati.

Robert tercengang melihat fasilitas kamarku dan lebih terkejut lagi saat aku memberitahunya harga sewa kamarku.

"Ah, hanya 500 ribu dengan fasilitas lengkap begini, dapat makan, baju dicuciin, kamar ini melebihi hotel Ton, beruntung kau," ucapnya

Aku tersenyum, aku memang beruntung, ucapku dalam hati.

"Kita ajak si Rina yuk," ajak Robert.
"Kalau itu aku tidak bisa, kau bacalah peraturan tempat ini di pintu itu," ucapku.

Robert lalu mendekati pintu dan membaca peraturan yang tertempel si pintu kamarku.

"Wah, kalau begitu kuranglah," ucap Robert kecewa.
"Masing-masing punya batas, lagian kalau untuk ngentot aku bisa ke losmen atau ke kontrakan kau, ah.. Ah.. Ah.."
"Gila kau, mau enaknya saja, habislah aku dimarahi Ibu kost yang cerewet itu" Protes Robert.
"Nanti malam ke losmen yuk Ton"
"Sudah satu minggu kontolku tidak di asah"
"Aku juga mau mengentot dengan si Mira, kontolku sudah ingin menikmati memeknya yang merekah itu," ucapku.

Tak terasa sudah 2 minggu aku menempati kamar baru ini. Malam ini aku pulang dengan letih, aku harus belajar lebih giat lagi, pelajaran mata kuliah utama banyak tertinggal. Salahku juga, aku selalu senang-senang bersama Robert di luar. Kini kami membuat komitmen untuk sebulan ini, meninggalkan semua kesenangan sementara waktu sampai mid semester usai.

Aku meminjam banyak buku di perpustakaan hari ini, dengan tekad akan menamatkan membacanya minimal satu hari satu buku. Akibat seringnya senang-senang, ke sana, kemari dan ngentot dengan lonte bukan saja pelajaran yang tertinggal, tapi juga keuanganku menipis, mana Robert meminjam lagi, temanku itu kehabisan uang jadinya dan minta-minta tolong agar aku memberikannya pinjaman, mengingat kiriman orang tuanya baru bulan depan datangnya. Aku juga berniat untuk minta uang kepada Amang di Kampung, menceritakan aku sekarang kost untuk belajar mandiri dan sebagainya. Cerita mengenai Inang Boru aku sembunyikan. Yah, malam ini saja aku tulis suratnya dan besok paginya aku postkan.

Aku menghempaskan tubuhku di atas ranjang, menatap langit-langit kamar. Sudah jam 10 malam ternyata, sebaiknya aku mandi biar segar. Akupun masuk ke dalam kamar mandi dan mengguyur seluruh badanku dengan air, wah segarnya. Radio yang ku setel, memperdengarkan suara penyanyi Amerika yang terkenak dengan lagunya yang sempat ngetop di tahun 90-an.

Aku keluar dari kamar mandi dengan telanjang bulat, tanpa malu, kenapa malu, aku di kamar ini sendirian, aku bisa bebas melakukan apa saja di kamar ini tanpa seorang pun tahu. Dari luar aku mendengar pintu kamar ku di ketuk.

"Siapa?" tanyaku, tak terdengar sahutan dari luar, dan aku ulangi lagi beberapa kali, hingga aku sadar sendiri bahwa kamar ku kedap suara, dan tentu saja orang di luar tidak mendengarkan pertanyaan ku. Aku mengambil handuk dan melilitkan di pinggangku untuk menutupi kontolku. Aku berjalan ke pintu, membuka kuncinya dan menarik engkol pintu. Ternyata Noni yang di luar.

"Mau ngambil cucian Bang, sudah 2 minggu pasti banyak yah?" ucap Noni tersenyum.

Uf, jantungku berdegup kencang, nafsu kelaki-lakian ku bangkit, perempuan ini betul-betul cantik, aku terpesona dengan senyumnya, hingga aku sadar saat Noni menegurku,

"Kok melamun, Bang?"
"Oh, iya.. Ya, silahkan ambil sendiri yah?" ucapku, membuka pintu lebar dan Noni masuk ke dalam kamarku. Noni membungkuk mengambil tempat pakain kotor yang terbuat dari anyaman bambu.

Saat itu aku melihat paha atas Noni yang mulus, putih dan pantatnya yang padat dan berisi di bungkus dengan celana dalamnya yang berwarna pink kelihatan dengan jelas. Malam itu Noni mengenakan rok mini, sehingga melihat pemandangan tersebut aku semakin terangsang, jantungku semakin berdetak kencang, kurasakan kontolku bergerak naik, menjadi tegang. Noni memutar tubuhnya, melihatku yang duduk di sisi ranjang, aku jadi malu, pada saat itu aku memegangi kontolku.

"Cuma ini Bang, pakaian kotornya?" tanya Noni.
"Oh, iya.. Ya," aku jadi gugup menjawab pertanyaan Noni, melihat kecantikan dan pemandangan yang baru saja aku saksikan membuat konsentrasiku kacau ditambah lagi nafsuku yang sudah meninggi, kalaulah bukan bini Pak Arman sudah ku entot perempuan ini pikirku. Noni memungut kolorku yang tercecer di samping ranjang, saat dia membungkukuntuk mengambil kolorku, aku melihat jelas di balik kaosnya, perempuan ini ternyata tidak memakai bra, teteknya yang sebesar buah pepaya yang lagi sedang-sedangnya, mengkal, dan kencang, putih, mulus. Akhh.. kalaulah bisa ku isap-isap pentil teteknya, pikirku lagi.

"Wah, bau sekali, Bang, sudah berapa lama tidak diganti?" tanya Noni, mengagetkan lamunanku lagi yang semakin terangsang dengan pemandangan dadanya, nafsuku yang sudah naik ke ubun-ubun mempersetankan Pak Arnan dan Noni siapa sebenarnya, yang aku inginkan nafsuku malam ini terpuaskan olehnya, dan kontolku dapat cucian baru. Akhh.. Sudah 2 minggu aku tidak mengentot, melihat pemandangan terebut menjadi pusing jika nafsuku tidak tersalurkan. Noni yang berada di depanku, langsung ku tarik dan ku peluk tubuhnya, tentu saja Noni terkejut dengan seragan ku yang tiba-tiba. Aku langsung menciumi dan mencumbu bibirnya.

Ke bagian 3

Read More

House 121 - part.1

0 komentar

Cerita di bawah ini adalah fiktif, dan apabila ada kesamaan nama, tempat kejadian dan yang lainnya dengan para pembaca, adalah merupakan kebetulan belaka.

*****

Aku menyeberangi jalan raya yang dua jalur, bermaksud untuk melepas lelah di Warung Kopi di seberang jalan. Uff, panasnya hari ini membuat dahaga, sampai baju kaos yang ku kenakan menjadi basah oleh keringat. Aku memesan teh botol dengan esnya di gelas, memghempaskan pantatku di bangku panjang dan meletakan tas ranselku di meja.

Akhirnya pesananku tiba, akupun langsung meneguk teh botol tersebut yang sebelumnya kumasukan ke dalam gelas yang berisi es. Oh, nikmatnya, walaupun belum terasa dingin, namun teh botol tersebut telah habis 1/2 gelas ku minium. Aku mengeluarkan rokok dari saku bajuku dan mulai menghisap asapnya, wah betul-betul nikmat, apalagi angin bertiup dari belakangku menambah kesegaran untuk diriku yang kelelahan.

Warung Kopi itu dibangun di atas parit besar dengan lantai papan dan penutup dindingnya hanya kain bekas spanduk iklan saja. Ada 3 kurasa Warung Kopi yang seperti ini, letaknya juga tidak berjauahn antara satu dengan yang lainnya. Warung Kopi yang aku singgahi juga tidak begitu luas yang menyediakan minuman segar dan indomie rebus. Letaknya paling ujung dengan Warung Kopi yang lainnya. Aku memesan indomie rebus kepada Ibu penjual, sesekali pandangan ku ke jalan, melihat lalu lalang mobil pribadi atau angkutan yang berwarna kuning.

Akh, aku begitu pusing, sudah tengah hari begini, tempat kost yang ku inginkan belum dapat juga. Masih terngiang kata-kata kasar inang Boru yang dengan marah mengusirku.

"Sudahlah, kau tidak usah tinggal di sini" teriak Inang Boru.

Aku tidak sengaja menjatuhkan guci antik Inang Boru sehingga pecah berantakan yang mengakibatkan Inang Boru marah besar dan berbuntut dengan pengusiran. Pagi itu aku buru-buru sekali untuk berangkat kuliah hingga tak sadar, saat aku ingin meletakan tas ransel ke punggungku, ternyata menyenggol guci antik Inang Boru dan Prakk.. Jatuh ke lantai dan berserakan. Inang Boru keluar dari dalam kamarnya.

"Kau apakan guci itu Tony??" teriak Inang Boru, dengan mata melotot.

Inang Boru menghampiri guci kesayangannya, meratapi dengan mengutupi puing-puing guci tersebut. Enatah kata-kata apa lagi yang dikeluarkan Inang Boru sambil menangis, hingga mukanya yang berlumuran air mata tersebut menatapku.

"Pergi, Pergi.. Pergi, tidak tahu diri, pergii," teriaknya. Aku pun meninggalkan rumah tersebut dengan omelan-omelan Inang Boru tidak ku dengar lagi.

Lamunan yang sesaat itu sadar saat Bapak di sebelahku menanyakan sesuatu yang tidak jelas ku dengar.

"Kenapa Pak?" tanyaku lagi.
"Tidak masuk kerja?"
"Tidak Pak, Aku masih kuliah," jawabku.
"Oh, pantas, Bapak pikir karyawan di kantor sekitar ini, pantas Bapak tidak pernah melihat kau".

Memang aku perhatikan di lingkungan sekitar yang ada hanya Perkantoran. Bodoh sekali aku, mencari tempat kost di daerah seperti ini, yah mana adalah, pikirku.

"Jadi hari ini tidak masuk kuliah?" tanya Bapak itu, sambil terus mengutak atik angka jitu dari selembar kertas ramalan buntut.
"Tidak, Pak. Aku sedang mencari tempat kost, kira-kira ditempat ini ada tidak yah Pak?" tanyaku.
"Ada," jawab Bapak tersebut dengan acuh dan masih terus dengan pekerjaannya, mencari angka yang jitu untuk dipasangkan pada hari ini.
"Di daerah mana Pak," tanya aku lagi.
"Siapa yang mau kost?" laki-laki besar dan berotot dengan postur tubuh yang besar yang duduknya di depan Bapak tersebut. Mereka berdua lagi asyik mengutak atik nomor jitu sejak aku datang.

Warung tersebut memang sepi dari Warung yang lainnya, makanya aku memilih untuk mampir ke Warung tersebut. Indomie yang kupesan juga sudah dihidangkan oleh Ibu penjual di hadapanku.

"Makan dulu, nanti Abang antar," ucap laki-laki tersebut.
"Iya, nanti biar si Nainggolan yang antar Kau," tambah Bapak itu lagi.
"Si Nainggolan ini makelar apa saja, dari togel, rumah kost, rumah kontrakan, rumah dijual, mobil dijual, motor dijual, ah entah apalagi, padahal dia Narik Becak. Uangnya banyak tapi tidak kaya-kaya, entah kemana uangnya, mungkin dibuang yah Nainggolan?" tanya Ibu Pemilik Warung.
"Bah, mana ada uang ku Kak, kalau ada, sudah kukasihlah sama orang rumah," jawab Bang Nainggolan (Orang rumah maksudnya bininya).
"Bini yang mana? Bini di Losmen," ucap Ibu Pemilik Warung. (Kebanyakan Losmen di Medan adalah tempat Lokasi Pelacuran, dimana lonte-lonte menunggu laki-laki yang ingin mengentot dan mainnya di Losmen tersebut. Losmen tersebut berkamar-kamar dengan dinding triplex sebagai sekatnya).

Akhirnya aku menyantap indomie rebus tersebut sampai habis tanpa sisa dan mengikuti saran Bang Nainggolan untuk istirahat dulu untuk menurunkan makanan yang telah masuk ke dalam perutku.

"Nomor ini yang aku Pasang Bang," ucap Bang Nainggolan, berdiri dan meninggalkan Warung tersebut.
"Tunggu saja di sini, dia lagi mengambil becaknya," kata Bapak tersebut. Hanya beberapa menit saja, Bang Nainggolan datang dengan membawa becak mesinnya."Ayo," ajak Bang Nainggolan.

Akupun membayar makanan dan minuman kepada Ibu Pemilik Warung dan langsung menaiki becak mesin tersebut.

"Bang, nanti aku balik lagi," teriak Bang Nainggolan. Bapak tersebut mengangguk.

Kami pun pergi meninggalkan Warung Kopi tersebut. Bang Nainggolan membawa becak mesinnya dengan santai menyelusuri jalan yang hanya bisa dilalui oleh 2 mobil, jalan tersebut ternyata 2 arah. Hingga sampai di ujung jalan, Bang Nainggolan membelokan becak mesinnya ke kiri dan hanya 200 meter dari mulut Gang, sampailah Kami di rumah yang bernomor 121.

Bang nainggolan memencet bel rumah yang luas tersebut, halaman rumah yang sudah dilantai dengan semen, di sebelah kanan halaman tersebut tumbuh pohon cemara setinggi 3 meter, daunnya yang rimbun hampir menutupi pintu besi yang ada di belakangnya. Di sepanjang tembok pagar dibuat taman yang tidak begitu luas di tumbuhi dengan tanaman hias. Pagar rumah tersebut hanya sebatas dadaku tidak seperti rumah yang lainnya di sekitar komplex tersebut, yang memiliki pagar yang tinggi-tinggi dan rata-rata rumah di komplex tersebut bertingkat.

Mobil Kijang berwarna biru terpakir di dalam Garasi rumah tersebut yang terletak di sebelah kiri. Teras rumah tersebut juga tidak begitu luas, hanya sebatas rumah yang daun pintunya double. Dua kursi lipat dari kayu dan sebuah meja kecil dengan lampu hias yang menggantung, menghiasi teras rumah tersebut.

Wah, dengan kondisi sepi begini, sepertinya aku bisa mengkonsentrasikan waktuku untuk belajar. Aku baru 3 bulan lebih tinggal di Medan, niatku untuk menjadi orang yang berguna, merantau dari Kampung halamanku daerah Tapanuli Utara, melanjutkan studi di Medan.

Keinginanku didukung oleh Inang dan Amang apalagi Inang Boru yang selalu mendorongku untuk kuliah di Medan, aku iri melihat keberhasilan Inang Boru yang menjadi Dosen, begitu juga lakinya Amang Boru Anton, adalah seorang Manager salah satu Perusahan di Kota ini.

Tiga Tahun mereka berumah tangga belum juga dikarunai seoarang anak, makanya aku diajak ke Medan, tapi apa? malah aku diusir. Ternyata baiknya Inang Boru yang ku kenal hanya sebatas itu, setelah di Medan aku lebih mengenal Inang Boru sesungguhya. Mungkin inilah kekejaman Ibukota, lain sekali seperti suasana di Kampung pikirku.

Selain itu, aku menikmatipun menikmati tinggal di sini, semuanya ada di sini, aku selalu mengajak temanku bermain ke tempat yang belum pernah aku kunjungi dan tidak ada di Kampung, selain hura-hura, bersenang-senang, tapi kewajibanku yang utama tidak aku tinggalkan yaitu belajar, semua mata kuliah tidak aku tinggalkan, maklum aku baru siswa baru dan aku bertekad untuk bersuungguh-sungguh untuk membuktikan kepada Inang dan Amang bahwa aku mampu dan akan menjadi yang diharapkan mereka, menjadi seorang Insinyur, aku masih terkagum-kagum pada diriku jika gelar Ir itu ada di depan namaku, Ir. TONY.

Dan untuk saat ini aku akan membuktikan pada Inang Boru bahwa aku bisa hidup mandiri tanpa bantuan orang sombong itu.

"Sudah lama di Medan?" tanya Bang Nainggolan.
"3 bulan lebihlah Bang"
"Tadinya tinggal di mana?"
"Di jalan Patriot, Bang," jawab ku.
"Kenapa pindah?"
"Terlalu ribut dan tidak aman di sana".
"Wah, kalau di sini aman, mau pulang jam berapa saja aman, apalagi Pak Arnan baik, kalau mau pinjam motor dengannya, pasti di kasih".

Lama juga Kami menunggu, hingga seorang perempuan keluar dari pintu besi yang terletak di sebelah kanan rumah tersebut.

"Ketiduran yah?" tanya Bang Nainggolan sambil tersenyum dan Perempuan tersebut balas tersenyum.

Perempuan itu begitu cantik, memakai kaos putih lebar dan celana pendek ketat sehingga nampak lekuk pantatnya yang montok, betis kakinya seperti bunting padi, putih. Rambutnya sedikit basah di bagian depan dan bagian belakangnya di tarik dan ditahan dengan penjepit rambut sehingga menjuntai, lehernya yang kecil kelihatan dengan jelas, putih dan tubuhnya pasti bagus, pikirku.

Kami pun masuk ke dalam rumah melewati pintu besi tersebut, mengikuti perempuan itu. Ternyata cukup luas juga rumah tersebut, pagar rumah di bagian samping tinggi dengan besi-besi yang ujungnya runcing menancap di atas tembok pagar, sementara tembok rumah di tetangganya yang tinggi, karena rumahnya bertingkat.


Ke bagian 2

Read More