Dari bagian 1
Ada 2 pintu yang bernomor 1 dan 2 di sebelah
kiri, aku pikir mungkin inilah kamar kost yang disewakan, jarak antara kamar 1
dan 2 itupun berjauhan, dari ujung ke ujungnya lagi. Kami terus mengikuti
perempuan tersebut dari belakang, aku perkirakan dari pintu besi tersebut
sampai ke belakang sekitar 100 meter. Di belakang lebih rapi, asri dan bersih
lagi, ada kolam kecil yang dibentuk seperti bukit-bukit, ada air terjun
kecilnya, jembatan dan ikannya sudah mulai besar-besar ada puluhan jumlahnya.
Aku duduk di kursi persis di depan kolam. Sama
seperti kursi di depan teras, kursi kayu lipat, di sampingnya meja mungil dan
kursi kayu lipat lagi. Aku disuruh menunggu oleh perempuan tersebut, sementara
Bang Nainggolan ikut masuk ke dalam rumah bersama perempuan itu dari pintu
belakang.
Sedikit santai melemaskan otot-otot
punggungku, sambil mendekap tas ransel yang aku letakan di dadaku. Tak berapa
lama laki-laki bertubuh sedang, bulat berisi, berkepala seperti profesor, botak
di depan bertelanjang, hanya memakai celana pendek bertuliskan Yonnex,
bulu-bulu dadanya tampak tumbuh subur, tangan dan kaki dari bawah sampai
pahanya ditumbuhi bulu-bulu lebat, dengan kulit gelap, hidungnya mancung dengan
kepala oval dan taik lalat seperti kutil menempel di pipi sebelah kirinya,
seperti Al Pacino orang ini pikirku, yah cukup tampan, mungkin keturunan indo
atau apalah. Laki-laki tersebut tersenyum mengulurkan tangannya, dan aku sambut
dengan menjabat tangannya.
"Maaf, lama menunggu yah?" ucapnya,
memperkenalkan diri "Arnan," ucapnya dengan suara yang tidak begitu
keras dan terlalu pelan.
"Tony, Pak," aku memperkenalkan diri
juga.
"Uf, panas sekali harinya yah," ucap
Pak arnan, mengambil posisi duduk di kursi yang satunya.
Tubuhnya berkeringat, basah dan tonjolan
kontolnya masih terlihat, membentuk di celana putihnya, aku menebak pasti
mereka sedang mengentot siang-siang begini, dan kalau perempuan tersebut adalah
bininya pasti dia belum pake Bra juga yah, karena aku lihat puting teteknya
membentuk pada kaos putihnya, wah bodoh, pikirku, kenapa aku harus memikirkan
yang bukan-bukan, tujuanku cuma mencari tempat kost, kalau sudah tercapai aku
bisa ke tempat Mira, bersenang-senang dengan lonte langgananku di Losmen
Melati.
Baru 3 bulan aku di Medan, aku beberapa kali
mengentot dengan lonte di Losmen hingga aku menemukan lonte yang ahli
memuaskanku. Untuk hal begitu bukan hal baru bagiku, di Kampung juga aku sering
melakukannya, nafsuku yang begitu besar ditambah lagi pergaulanku yang luas,
untuk soal materi aku lebih dari cukup untuk bersenang-senang dengan lonte di
Kampungku. Di Kampung, Amang ku termasuk orang yang berada, yah boleh dikatakan
Kaya lah untuk ukuran Kampung. Mabuk-mabukan bersama teman-teman dan sekaligus
main dengan lonte di lokasi, makanya ke Medan aku juga bertekad untuk berubah,
tapi dasar nafsuku yang besar, aku selalu pusing jika kontolku tidak di cuci,
makanya seminggu sekali aku pergi ke Losmen untuk mengentot lonte pilihanku.
"Mari lihat kamarnya," ajak Pak
arnan.
Aku mengikuti Pak Arnan ke samping, di mana
semula Kami masuk, dan betul saja pintu tersebut adalah kamar kost yang
disewakan. Pak arnan membuka pintu kamar nomor 1 dan mempersilahkan aku masuk
untuk melihat. Ternyata di dalam kamar sudah komplit, ranjang spring bad
single, TV, radio, kipas angin, VCD, lemari pakaian, kulkas kecil, meja tulis,
dan bangkunya.
"Kamar mandinya di sebelah sini,"
ucap Pak Arnan, membuka pintunya. Wah, benar-benar bagus seperti hotel saja,
kloset wc duduk berpisah dengan tempat mandi yang di pisahkan dengan tirai
plastik tebal yang transparant, di samping kloset wc duduk ada pintu dan aku
menanyakan pintu tersebut.
"Oh, pintu ini tidak berfungsi,
dibelakangnya gudang rumah Bapak," jawab Pak Arnan.
"Bagaimana, cocok?"
"Wah pasti mahal yah Pak?" tanyaku.
"Dengan Dik Tony, Bapak kasih ongkos
sewanya 500 ribu saja perbulan"
Aku terkejut, wah murah sekali, dengan
fasilitas mewah begini hanya 500 ribu? Aku menahan rasa kagetku, tidak
menunjukan kesenangan ku pada Pak Arnan, agar bisa bernegosiasi lagi, mana tahu
bisa ditawar lebih murah lagi. Namun yah, memang tidak bisa ditawar lagi, saat
aku minta harga di bawah 500 ribu. Akhirnya tanpa pikir-pikir lagi, aku pun
setuju untuk menyewa kamar tersebut, dan yang lebih kaget lagi saat Pak Arnan
memberikan jatah makan 2X sehari,
"Baju kotor dicucikan dengan bini Bapak,
Kamu sudah lihat bini Bapak kan? Noni akan mengambil pakaian kotor Dik Tony
seminggu sekali atau Dik Tony boleh meletakannya di belakang," ucap Pak
arnan.
"Dan satu lagi, di pintu itu ada beberapa
peraturan yang jika dilanggar, Dik Tony harus segera keluar dari tempat ini
tanpa pengembalian uang sewa kamar yang telah di bayar," ucap Pak Arnan.
Aku mengangguk dan menghampiri kertas yang
sudah dilaminating dan tertempel di pintu, aku membaca point demi point yang
berisi 5 point saja dan ternyata tidak memberatkan bagiku.
Isinya:
1. Dilarang membawa perempuan ke kamar.
2. Dilarang membawa teman lebih dari satu
orang tanpa izin Pemilik Rumah.
3. Dilarang menyimpan obat-obat terlarang.
4. Dilarang keras membawa senjata tajam dan
senjata api.
5. Dilarang membawa/mengajak saudara tanpa
izin terlebih dahulu oleh Pemilik Rumah.
Akupun setuju dan berniat untuk mengambil
kamar ini. Uang sewa aku berikan pada Pak Arnan. Sebelum Pak Arnan keluar kami berjabat
tangan kembali tanda transaksi ditutup.
"Bapak akan membuat perjanjian sewa
kamarnya dan sekaligus kwitansi, satu hal lagi, tambah Pak Arnan, Kamar ini
dibuat kedap suara, jadi ik Tony bisa menghidupkan TV atau Tape dengan volume
suara yang maksimal tanpa takut mengganggu Bapak atau tetangga sebelah, dan
jika merokok, fan angin di pintu belakang kamar mandi otomatis berfungsi".
"Selamat beristirahat Dik Tony,"
ucap Pak Arnan meninggalkanku.
Aku tersenyum tertawa terbahak-bahak karena
gembiranya, wah lega rasanya. Aku merebahkan tubuhku dia tas ranjang dengan
sprei yang bagus dan harum, hem wanginya, hayalanku beralih ke Noni, bini Pak
Arnan, perempuan itu memang betul-betul cantik, kalaulah aku bisa mengentot
dengannya, hem.. Noni ucapku lirih, sambil meremas-remas kontolku. Aku
betul-betul terangsang dengan perempuan tersebut.
Akhirnya barang-barang aku bawa ke tempat kost
baru dibantu oleh temanku Robert. Inang Boru hanya diam dan membuang muka pada
saat aku pamit. Aku meninggalkan rumah Inang Boru dengan perasaan dongkol.
Ternyata hubungan persaudaraan tidak berharga sama sekali dibanding guci yang
aku pecahkan. Suatu saat jika aku berhasil nanti, akan ku ganti Guci itu Inang
Boru, ucapku dalam hati.
Robert tercengang melihat fasilitas kamarku
dan lebih terkejut lagi saat aku memberitahunya harga sewa kamarku.
"Ah, hanya 500 ribu dengan fasilitas
lengkap begini, dapat makan, baju dicuciin, kamar ini melebihi hotel Ton,
beruntung kau," ucapnya
Aku tersenyum, aku memang beruntung, ucapku
dalam hati.
"Kita ajak si Rina yuk," ajak
Robert.
"Kalau itu aku tidak bisa, kau bacalah
peraturan tempat ini di pintu itu," ucapku.
Robert lalu mendekati pintu dan membaca
peraturan yang tertempel si pintu kamarku.
"Wah, kalau begitu kuranglah," ucap
Robert kecewa.
"Masing-masing punya batas, lagian kalau
untuk ngentot aku bisa ke losmen atau ke kontrakan kau, ah.. Ah.. Ah.."
"Gila kau, mau enaknya saja, habislah aku
dimarahi Ibu kost yang cerewet itu" Protes Robert.
"Nanti malam ke losmen yuk Ton"
"Sudah satu minggu kontolku tidak di
asah"
"Aku juga mau mengentot dengan si Mira,
kontolku sudah ingin menikmati memeknya yang merekah itu," ucapku.
Tak terasa sudah 2 minggu aku menempati kamar
baru ini. Malam ini aku pulang dengan letih, aku harus belajar lebih giat lagi,
pelajaran mata kuliah utama banyak tertinggal. Salahku juga, aku selalu
senang-senang bersama Robert di luar. Kini kami membuat komitmen untuk sebulan
ini, meninggalkan semua kesenangan sementara waktu sampai mid semester usai.
Aku meminjam banyak buku di perpustakaan hari
ini, dengan tekad akan menamatkan membacanya minimal satu hari satu buku.
Akibat seringnya senang-senang, ke sana, kemari dan ngentot dengan lonte bukan
saja pelajaran yang tertinggal, tapi juga keuanganku menipis, mana Robert
meminjam lagi, temanku itu kehabisan uang jadinya dan minta-minta tolong agar
aku memberikannya pinjaman, mengingat kiriman orang tuanya baru bulan depan
datangnya. Aku juga berniat untuk minta uang kepada Amang di Kampung,
menceritakan aku sekarang kost untuk belajar mandiri dan sebagainya. Cerita
mengenai Inang Boru aku sembunyikan. Yah, malam ini saja aku tulis suratnya dan
besok paginya aku postkan.
Aku menghempaskan tubuhku di atas ranjang,
menatap langit-langit kamar. Sudah jam 10 malam ternyata, sebaiknya aku mandi
biar segar. Akupun masuk ke dalam kamar mandi dan mengguyur seluruh badanku
dengan air, wah segarnya. Radio yang ku setel, memperdengarkan suara penyanyi
Amerika yang terkenak dengan lagunya yang sempat ngetop di tahun 90-an.
Aku keluar dari kamar mandi dengan telanjang
bulat, tanpa malu, kenapa malu, aku di kamar ini sendirian, aku bisa bebas
melakukan apa saja di kamar ini tanpa seorang pun tahu. Dari luar aku mendengar
pintu kamar ku di ketuk.
"Siapa?" tanyaku, tak terdengar
sahutan dari luar, dan aku ulangi lagi beberapa kali, hingga aku sadar sendiri
bahwa kamar ku kedap suara, dan tentu saja orang di luar tidak mendengarkan
pertanyaan ku. Aku mengambil handuk dan melilitkan di pinggangku untuk menutupi
kontolku. Aku berjalan ke pintu, membuka kuncinya dan menarik engkol pintu.
Ternyata Noni yang di luar.
"Mau ngambil cucian Bang, sudah 2 minggu
pasti banyak yah?" ucap Noni tersenyum.
Uf, jantungku berdegup kencang, nafsu
kelaki-lakian ku bangkit, perempuan ini betul-betul cantik, aku terpesona
dengan senyumnya, hingga aku sadar saat Noni menegurku,
"Kok melamun, Bang?"
"Oh, iya.. Ya, silahkan ambil sendiri
yah?" ucapku, membuka pintu lebar dan Noni masuk ke dalam kamarku. Noni
membungkuk mengambil tempat pakain kotor yang terbuat dari anyaman bambu.
Saat itu aku melihat paha atas Noni yang
mulus, putih dan pantatnya yang padat dan berisi di bungkus dengan celana
dalamnya yang berwarna pink kelihatan dengan jelas. Malam itu Noni mengenakan
rok mini, sehingga melihat pemandangan tersebut aku semakin terangsang,
jantungku semakin berdetak kencang, kurasakan kontolku bergerak naik, menjadi
tegang. Noni memutar tubuhnya, melihatku yang duduk di sisi ranjang, aku jadi
malu, pada saat itu aku memegangi kontolku.
"Cuma ini Bang, pakaian kotornya?"
tanya Noni.
"Oh, iya.. Ya," aku jadi gugup
menjawab pertanyaan Noni, melihat kecantikan dan pemandangan yang baru saja aku
saksikan membuat konsentrasiku kacau ditambah lagi nafsuku yang sudah meninggi,
kalaulah bukan bini Pak Arman sudah ku entot perempuan ini pikirku. Noni
memungut kolorku yang tercecer di samping ranjang, saat dia membungkukuntuk
mengambil kolorku, aku melihat jelas di balik kaosnya, perempuan ini ternyata
tidak memakai bra, teteknya yang sebesar buah pepaya yang lagi
sedang-sedangnya, mengkal, dan kencang, putih, mulus. Akhh.. kalaulah bisa ku
isap-isap pentil teteknya, pikirku lagi.
"Wah, bau sekali, Bang, sudah berapa lama
tidak diganti?" tanya Noni, mengagetkan lamunanku lagi yang semakin
terangsang dengan pemandangan dadanya, nafsuku yang sudah naik ke ubun-ubun
mempersetankan Pak Arnan dan Noni siapa sebenarnya, yang aku inginkan nafsuku
malam ini terpuaskan olehnya, dan kontolku dapat cucian baru. Akhh.. Sudah 2
minggu aku tidak mengentot, melihat pemandangan terebut menjadi pusing jika
nafsuku tidak tersalurkan. Noni yang berada di depanku, langsung ku tarik dan
ku peluk tubuhnya, tentu saja Noni terkejut dengan seragan ku yang tiba-tiba.
Aku langsung menciumi dan mencumbu bibirnya.
Ke bagian 3
Tidak ada komentar:
Posting Komentar