![miyabi maria ozawa bugil [Portal Seks]](http://galleries.allgravure.com/15779/maria-ozawa-freedom2/1.jpg)
Hal yang sama sekali tidak kuperkirakan semula
adalah, posisi yang sedang aku lakoni ini justru menjadi bumerang yang berbalik
dan mendongkrak gelora birahiku kembali. Rasa gatal pada dinding vaginaku
datang kembali. Dorongan nafsu merenggut seluruh saraf-saraf pekaku kembali.
Dan rasa lemasku langsung lenyap diganti dengan semangat untuk menggenjot
kontol Rendi agar dapat lebih dalam merasuki vaginaku. Aku kembali kesetanan.
Kembali merintih dan mendesah. Kembali mencakar dan meremas bukit-bukit gempal
tubuh Rendi.
Dan akulah kini yang mempercepat keluar
masuknya kontol itu ke nonokku. Batang yang besar, panjang dan kerasnya bukan
main itu membuatku bahkan lebih terbakar daripada yang pertama tadi. Aku
berteriak sebagai ganti desahanku. Aku berteriak sebagai ganti rintihanku. Aku
berteriak menjemput nikmat tak terperikan ini. Dan saat itulah aku merasakannya
kembali.
Dari lubuk kedalaman nonokku, desakan ingin
kencing kembali mengejar ke depan gerbang vaginaku. Karena kini aku tahu betapa
nikmatnya menumpahkan desakan dari dalam tadi. Genjotan dan naik turun pantatku
kubuat semakin menggila. Kulihat sepasang payudaraku terlempar ke atas ke
bawah. Aku sudah semakin tidak peduli lagi pada rambutku. Gerbang vaginaku
telah sepenuhnya siap menyambut. Dan dengan teriakan yang paling keras,
orgasmeku kembali hadir.
Tiba-tiba ada rasa benci dan marah yang
menyelinap di celah-celah membanjirnya tumpahan vaginaku. Aku benci dan marah
kepada suamiku. Aku merasa dipecundangi selama 8 tahun perkawinanku dengannya.
Aku merasa di lecehkan. Aku tidak sepenuhnya percaya bahwa Mas Adit tidak mampu
memberikan kenikmatan sebagaimana yang kuterima dari Rendi hari ini. Aku merasa
bahwa Mas Adit tidak bersungguh-sungguh mengusahakan dan memberikan kepuasan
orgasme padaku istrinya. Saat itu pula aku meraung menangis. Aku menangis
sejadi-jadinya.
Dan Rendi yang belum menyadari keadaanku, yang
mungkin juga tidak mau tahu keadaanku, sementara kontolnya memang juga masih
terus menggenjot nonokku, kembali meraih tubuhku agar merapat ke tubuhnya.
Ketiakku dia serang habis-habisan. Payudaraku diremasnya habis-habisan. Aku
tahu. Rendi hampir mencapai puncak kenikmatan seksual. Pasti sperma Rendi sudah
merasuk ke batangnya untuk dimuncratkan ke dalam nonokku. Tetapi aku meraskan
sakit yang amat sangat.
Aku langsung berontak merasakan sakit yang
amat sangat pada nonokku. Genjotan Rendi yang tak habis-habisnya rasanya telah
mengiris-iris vaginaku. Aku tidak tahan lagi. Aku bangkit dan turun dari
ranjangku. Rupanya Rendi salah pengertian dengan sikapku ini. Dia berfikir
bahwa aku ingin mengubah posisiku. Teriakan kesakitanku tadi dianggapnya
sebagai teriakan kenikmatan. Begitu aku turun, dia langsung ikut menyusul
turun. Dia berdiri dan pundakku dicekalnya dan kemudian menekannya agar aku
berjongkok. Kemudian dia jaMbak rambutku dan menengadahkan mukaku.
"Ayoo Mbak Marr, ayoo Mbak Aditt,
telaann.. minuumm..", dia meracau.
Dia sodorkan kontol besarnya ke mulutku. Aku
harus menghisapnya. Sperma yang sudah dekat ke pintu keluarnya akan dia
tumpahkan ke mulutku.
Karena rasa sakit pada nonokku itu, aku sudah
tak mampu lagi berfikir jernih. Pilihan ini akan lebih baik daripada nonokku
harus jebol, pikirku. Di samping itu, hati kecilku jadi terobsesi sejak aku
dipaksanya untuk mengulum kontolnya pada awal dia memasuki kamar tidurku tadi.
Hati kecilku ingin merasakan spermanya tumpah di mulutku. Hati kecilku
menginginkanku meminum air maninya. Hati kecilku ingin merasakan tenggorokanku
dihangati oleh lendir-lendir hangatnya. Hati kecilku menginginkanku meminum
sperma dari kontol Rendi yang telah memberikanku kepuasan orgasme yang belum
pernah seumur hidup kudapatkan. Dan hati kecilku juga ingin aku membuktikan
bahwa aku bisa memberikan kepuasan yang dahsyat itu pula kepadanya.
Kuraih kontol Rendi dan melumatnya sepuas
hatiku. Sepuas nafsuku. Sepuas kehausan nafsuku. Kepalaku mengangguk-angguk
memompa kontol itu dengan mulutku. Dan akhirnya terdengar suara Rendi yang
meregang. Desahan dan rintihannya memenuhi ruang sempit kamar pengantinku.
Entah sudah berapa mililiter sperma Rendi tumpah ruah ke mulutku. Aku berusaha
agar tak ada setetespun yang tercecer. Kini aku terdorong berusaha menelan
seluruh air maninya.
Memang dulu pernah aku dipaksa Mas Adit
suamiku, untuk mengulum kontolnya dan meminum air maninya. Tetapi waktu itu
reaksiku adalah perasaan jijik. Aku langsung muntah-muntah saat lendir Mas Adit
terasa menyemprot dalam mulutku. Selanjutnya Mas Adit tidak lagi pernah
memaksa.
Tetapi pada Rendi ini, yang bukan suamiku,
justru aku yang merasa menginginkannya. Dan sama sekali tak ada rasa jijikku.
Bahkan aku merasakan kerakusan hewaniah saat tenggorokanku merasakan aliran
lendir yang disemprotkan terus menerus milik Rendi ini. Rasanya aku
menginginkannya lebih banyak lagi, lebih banyak lagi, lebih banyak lagi.
Dan akhirnya redalah semua prahara. Kami
sama-sama tergolek kelelahan. Kami telentang telanjang di ranjang. Kamar
pengantinku dipenuhi nafas-nafas memburu dari para ahli selingkuh pengejar
nikmat nafsu birahi ini. Sejenak kami terlena.
Aku sedikit gelagapan saat Rendi
membangunkanku. Kulihat dia sudah rapi untuk kembali ke kantornya. Tangannya
masih menyempatkan untuk mengelus dan memainkan jari-jarinya ke nonokku. Aku
melenguh manja. Kami berpelukan dan saling memagut sesaat. Sebelum dia pergi
aku tanya pada Rendi, kenapa dia begitu PD (percaya diri) dan yakin saat
telanjang di depanku pada awal berada di kamarku tadi. Dia tidak menjawab
kecuali menunjukkan senyumnya yang tipis. Apakah dia tidak khawatir aku akan
menggebuknya dengan sapu lidiku yang kebetulan berada di tanganku tadi. Kembali
dia tidak menjawab kecuali dengan senyumannya lagi.
Dan aku memang tidak terlalu menginginkan
jawabannya. Aku juga meyakini, 90 diantara 100 perempuan, entah itu gadis,
istri ataupun janda, apabila dihadapkan pada pemandangan yang sedemikian
spektakuler sebagaimana tampilan kontol super besar dengan pria macho yang
setengah telanjang tadi, pasti akan langsung jatuh terduduk. Kekuatan sihir
dari penampilan Rendi dan kontolnya akan mampu menghempaskan harga diri setiap
wanita hingga di lantai yang paling bawah. Dan mereka akan merelakan dirinya
untuk dijadikan sekedar obyek pemuasan seperti tadi. Demikian pulakah aku? Ah,
persetan dan peduli amat, pokoknya hari ini aku telah berhasil meraih orgasmeku
yang pertama kali dalam hidupku. Persetan, persetaann..
Kemudian aku bertanya pula, mengapa saat
pertama kali datang dan turun dari mobil sepertinya dia terkesan sangat sopan
dan sama sekali tidak menampakkan akan berlaku 'kurang ajar' seperti tadi? Kali
ini dia mau menjawab. Dia menceritakan pandangan teman-temannya bahwa di antara
para istri teman-teman satu kantor, yang paling cantik adalah istri Pak Adit.
Teman-teman bilang bahwa Bu Adit itu sangat sensual. Pakai busana apa saja
selalu nampak cantik. Dan secara berkelakar mereka bilang, penampilan yang
paling cantik dari istri Pak Adit tentu saja adalah saat tanpa memakai busana
sama sekali, alias saat telanjang. Ampuunn, deh.
Sudah lama sebenarnya Rendi mendengar perihal
diriku dan kemudian banyak memperhatikanku. Pada beberapa kali pertemuan atau
hajatan antar teman sekantor dia banyak mengamatiku. Naluri kelelakiannya
mendorong untuk selalu mencari kesempatan. Dan ketika kemarin Mas Adit
menyuruhnya untuk ke rumah mengambil file dari komputernya, dia tahu bahwa
inilah kesempatan emas baginya. Dengan sungguh-sungguh dia berancang-ancang dan
mempersiapkan dirinya. Dia akan berusaha tampil secara "low profile"
agar tidak mengundang kekhawatiran ataupun kecurigaanku, begitu ceritanya. Dia
juga berusaha untuk seakan-akan tidak mengambil perhatian padaku. Kurang ajar
juga kau Rendi, batinku.
Dia juga menceritakan bahwa wanita sepertiku
pasti memiliki nafsu seksual yang luar biasa. Rendi mengutarakan pendapatnya
dengan gaya bagai seorang pakar seksual. Posturku yang relatif kecil dengan
pinggul, bokong, gaya berdiri maupun sensual bibirku yang katanya persis bibir
Sarah Ashari, rambutku yang lurus yang juga dia katakan seperti rambut Sarah
Ashari, betisku yang mulus kencang dan segudang lagi pujian gombalnya yang
sepenuhnya mencitrakanku sebagai seorang perempuan yang paling sempurna untuk
diajak ke atas ranjang. Edan, beraninya kau membicarakan daya tarik seksual
istri temannya sendiri, kataku yang disambutnya dengan tawa lepas. Aku tahu
bahwa itu semua merupakan dramatisasi Rendi sendiri.
Tetapi apapun yang terjadi, ucapan Rendi itu
membuatku berbunga-bunga, walaupun juga setengah malu-malu. Dan ada beberapa
hal yang kuakui bahwa ada benarnya omongan Rendi. Khususnya yang berkaitan
dengan soal ranjang tadi tidak terlampau meleset. Aku memang merasa selalu
kehausan. Apa lagi kalau sering kudengar dari teman atau tetangga, bagaimana
mereka mendapatkan kepuasan lahir batin dalam hubungan intimnya dengan
suami-suami mereka. Yang kurang ajar lagi, Rendi juga bilang bahwa nonokku yang
seperti nonok perawan, dan nonok seperti itu pasti belum pernah merasakan
kontol macam punyanya, katanya sambil melirikkan matanya. Dia menyindirku
rupanya.
Aku hanya tersenyum sebagaimana dia menjawab
pertanyaanku tadi. Yang dia maksudkan pasti bahwa kontol Mas Adit yang kecillah
yang membuat nonokku tetap sempit seperti nonok perawan. Aku tertawa nyengir
saja memikirkan semua itu.
Terus terang walaupun kenyataannya pahit,
bagaimanapun apa-apa yang disampaikan Rendi tadi membuatku sangat tersanjung
rasanya. Aku jadi semakin percaya diri. Pernyataan yang Rendi katakan itu juga
sering kudengar dari lelaki maupun perempuan lain di sekitarku. Kali ini aku
menjadi semakin percaya bahwa aku memiliki ciri-ciri sebagai perempuan yang
sangat cantik dan menarik.
"Besok aku telepon ya, Mbak. Pak Adit
baru minggu depan khan pulangnya?!".
Aku tidak bilang "ya", tapi juga
tidak bilang "tidak". Que sera sera.. Peristiwa air mani Rendi yang
muncrat ke mulutku pada akhir selingkuh hari ini tadi tiba-tiba terlintas dalam
bayanganku dan membuat libidoku kembali bergetar. Hari itu, hingga sore dan
malam menjelang tidur, nikmat selingkuh bersama Rendi tadi terus menerus
membayang ke manapun aku bergerak dalam rumahku. Rasa pedih dan perih sekaligus
nikmatnya nonokku ingin rasanya kuabadikan. Aku ingin selalu bisa mengenang dan
selalu berada dalam kenangan Rendi. Ini bukanlah peristiwa seperti halnya jatuh
cinta. Ini adalah peristiwa dimana pejantan bertemu betina. Setiap kali
berjumpa yang dipikirkan tidak lebih dari soal perselingkuh mengejar pemuasan
nafsu birahi.
Hampir sepanjang malam aku kesulitan tidur,
gejolak libidoku dengan lembut terus membisiki telingaku.
"Lihatlah kontolnya, lihatlah belahan
lubang kencing di kepalanya yang sangat sensual itu, lihatlah batangnya yang
seperti patung lilin Madame Tussaud, lihatlah selangkangannya yang sangat
mengundang lidah untuk menjelajahinya, lihatlah dadanya yang mengundang bibir
dan lidahku, lihatlah ketiaknya, lembahnya, aromanya, bulu-bulu
halusnya..".
Entah sudah pukul berapa saat teleponku
berdering. Aku meloncat bak rusa betina. Meradang dan menerjang. Hampir saja
aku jatuh tersandung kaki meja makanku. Hatiku seperti anak kecil yang sedang
menunggu Papanya pulang membawa mainan yang dijanjikannya. Dengan cepat kuraih
gagang telepon itu. Ah.., aneh.. aku kecewa. Ternyata hanya Mas Adit. Hanya..?
Hanya..?
Dia bilang bahwa ia akan pulang hari Senin
minggu depan. Dia juga bertanya apakah Rendi tidak kesulitan mengambil file
dari komputernya. Dia juga menanyakan hal-hal rutin lainnya. Terus terang aku
telah kehilangan semangat untuk menjawabnya. Semua kujawab seperlunya saja.
Juga saat dia bilang bahwa dia sudah membeli kain tenun asli Banjarmasin
untukku, yang memang dia janjikan sebelum pergi, rasanya aku menerima kabar itu
dengan biasa-biasa saja. Pagi ini yang kutunggu dengan harap-harap cemas
hanyalah telepon Rendi. Semalaman aku sudah kurang tidur. Semalaman aku hanya
mencoba mengingat-ingat bagaimana kontol besar Rendi dengan 'kejam'-nya
merobek-robek nonokku. Semalaman aku hanya ingin kembali mengulangi kenikmatan
tak terperikan itu. Kenikmatan yang menghasilkan kepuasan tak terhingga
sampai-sampai aku dapat merasakan betapa nikmat dan penuh maknanya orgasme itu
bagiku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar