![hot bugil mandi toge [Portal Seks]](http://galleries.allgravure.com/13163/rio-hamasaki-kimono2/2.jpg)
Aku menjadi sangat ketagihan menciumi bau
selangkangannya. Di lipatan paha dengan perut sebelah kanan dan kiri itu aku
mendapatkan sensasi erotik sendiri. Saat bibir dan lidahku menyedot dan
menjilati lebih turun lagi lipatan itu hingga mendekati lantai villa, tanganku
mengisyaratkan agar Rendi mengangkat kedua pahanya ke atas dan terus melipatnya
hingga lututnya menyentuh dadanya. Dan kini yang nampak adalah akhir paling
bawah celana dalamnya yang langsung menutupi pada arah analnya. Inilah sasaran
impianku. Menciumi wilayah anal Rendi yang masih terbungkus celana dalamnya.
Dan bau yang khas pada daerah itu samar-samar mulai tertangkap hidungku. Dengan
setengah menungging dan dengan kedua tanganku memeluk kedua pangkal bokong dan
pahanya itu, seluruh wajahku terus menyungkup dan menciumi akhir celana dalam
Rendi itu.
"Mbak.. Mbak Marinii.. pinter banget
sihh..".
Rendi mendapatkan kenikmatan yang luar biasa
dariku, istri Mas Adit, teman sekantor sekaligus atasannya. Dan kembali dengan
isyarat tanganku yang mendorong agar dia berbalik tengkurap, Rendi menurunkan
lipatan kakinya dan bergerak tengkurap. Tetapi saat dalam posisi setengah
menungging, dia kutahan. Bahkan kuangkat sedikit agar dia benar-benar
menungging. Rupanya Rendi tahu apa yang sangat kutunggu selama ini. Dengan
kepalanya yang berbantalkan lantai, dia kini benar-benar menungging dengan
menghadapkan pantatnya yang putih itu tepat di depan mukaku. Dan itulah yang
kumau.
Aku mendekatkan wajahku ke pantat itu. Sungguh
menjadi sensasi erotik yang baru pertama kudapatkan seumur hidupku. Kini aku
siap menciumi pantat Rendi. Dengan cepat bau anal Rendi menyergap hidungku.
Kususurkan kembali wajah, hidung, bibir dan lidahku ke belahan pantat Rendi.
Kubuat kuyup celana dalamnya dengan lidah dan ludahku. Kuhisap-hisap basah
tersebut dengan khayalan akan keringat dan serpihan dari duburnya yang bisa
kuraih, kukenyam-kenyam dan kutelan untuk membagi kenikmatan pada
tenggorokanku.
Kemudian dengan gigi, kucoba untuk menurunkan
celana dalam Rendi dari tempatnya. Kukuak sedikit demi sedikit. Dan pada setiap
kuakan kujulurkan lidahku untuk menjilati bukit pantat telanjangnya. Setiap
kali kuulangi hingga rona merah dengan kerutan-kerutan halus yang mengarah ke
titik pusat duburnya muncul terjangkau mata dan hidungku. Baunya yang khas
semakin menyengat. Bulu-bulu cukup rimbun tampak mengitari lubang duburnya. Aku
tidak tahan untuk menunda lidahku, aku mulai melumati dubur Rendi.
Aku merasakan ada semacam cairan. Itulah
cairan analnya. Bukan basah tetapi juga tidak kering. Cairan itu agak terasa
lengket-lengket, Dan saat kujilat aku merasakan sepatnya. Aku menjadi sangat
bernafsu. Dengan liar hidung, bibir dan lidahku melahap kawasan pantat dan
dubur Rendi. Tanganku langsung menurunkan celana dalamnya hingga seluruh
onggokan pantat Rendi menjadi utuh telanjang sudah. Mukaku langsung kubenamkan
dalam-dalam ke celahan pantatnya itu. Hidung dan bibirku menjadi sibuk
menciuminya. Dan lidahku pun tak pernah berhenti menjilatinya.
Untuk pertama kalinya menjilati dubur, dan itu
adalah dubur Rendi teman suamiku sendiri, sungguh merupakan sensasi erotis
bagiku. Dalam menghadapi Rendi ini aku mendapatkan pengalaman erotis yang
sungguh-sungguh membuat segala perasaan ragu-ragu dan rasa jijikku saat
mengulum kontol, meminum sperma, menjilat pantat dan dubur lelaki seperti Rendi
ini hilang sudah. Aku sendiri heran juga. Koq bisa. Sedangkan pada suamiku
sendiri, membayangkannya saja bisa dipastikan aku akan muntah-muntah.
Tetapi memang pantat dan dubur Rendi luar
biasa. Dengan kulitnya yang putih bersih, pantat dan dubur Rendi menjadi
perangsang libidoku yang hebat. Aku jadi seperti terkena narkoba. Aku mabuk
kepayang. Mabuk dalam nikmatnya nafsu birahi yang disebabkan tindakanku
menjilati dubur lelaki pasangan selingkuhku. Dan pada akhirnya Rendilah yang
tidak tahan. Rangsangan yang hebat dia rasakan dari setiap jilatan lidahku pada
duburnya itu. Lidahku yang terus menusuk pantatnya seakan ingin menembusinya
membuat Rendi berkelojotan sperti disentuh besi panas. Dengan setengah histeris
dia minta aku menghentikannya. Dan Rendi buru-buru bangkit dari lantai sambil
meraih dan mengangkat tubuhku menuju ranjang.
Mulai dengan tubuhnya yang menindih tubuhku,
kami langsung bergumul. Saling sedot, saling jilat, saling gigit, saling isap.
Dan kini dia berganti posisi menjadi dominator. BH-ku dilepaskannya dengan
mulutnya yang menggigit tali-talinya dan menariknya hingga dadaku terbuka.
Payudaraku yang tampak langsung dia mainkan. Aktifitas bibir dan lidahnya
membuatku menjadi cacing yang kepanasan. Aku bergerak menggelinjang dan
menggeliat-geliat menahan hebatnya rangsangan seksual saat puting susuku
dikulumnya.
"Ampun Rendii, ampun Rendi, Renddiikuu
sayangg.. ampunn..", aku terus meracau menahan nikmatnya.
Kemudian jilatan dan sedotannya turun ke
perutku. Pusarku di lumatnya. Terus meluncur lagi ke bawah pusar. Terus turun
lagi. Celana dalamku dia gigit dengan gemas. Dia tarik-tarik ke bawah dan
diturunkannya hingga ke lututku.
Dia benamkan wajahnya ke selangkanganku.
Diciuminya bulu-bulu tipisku. Karena pahaku belum terbuka sepenuhnya, dia
kembali ke celana dalamku. Di tariknya hingga lepas satu kaki dan
ditinggalkannya pada kakiku satunya. Sekarang dia bisa mengangkangkan pahaku
untuk mendapatkan selangkanganku yang terbuka.
Kembali dia benamkan wajahnya ke
selangkanganku yang sangat wangi oleh campuran keringat dan parfumku. Rendi
benar-benar menjadi liar. Dia mainkan terus celah-celah dan lipatan
selangkanganku yang pasti baunya sangat merangsangnya. Dan aku benar-benar
telah melayang ke langit ke tujuh. Aku menggoyang-goyangkan kepalaku ke kanan
dan ke kiri menahan kenikmatan itu. Aku juga terus menerus meracau dan
mendesah-desah. Kujambak rambut Rendi keras-keras. Pasti pedih akibatnya pada
kulit kepalanya. Tetapi rupanya itu juga menjadi kenikmatan tersendiri pula
baginya.
Kemudian, rasanya Rendi sudah tak mampu lagi
menahan kontolnya yang ingin segera menembus nonokku. Rendi lepaskan wajahnya
dari selangkanganku dan merangsek naik menindih tubuhku. Dengan memagut bibirku
kuat-kuat, tangannya memegang kontolnya yang aduhai itu, mengarahkannya ke
nonokku yang dengan cepat pula kuraih. Kontol itu kutepatkan posisinya pada
lubang vaginaku dan, bless.., Oohh.. legit sekali. Kontol besar panjang nikmat
bertemu dengan vagina yang basah tetapi sempit. Aku terlempar kembali ke sejuta
langit kenikmatan. Kupeluk tubuh Rendi dengan penuh hangatnya birahi dan
nafsuku. Pantatku kugoyangkan untuk menenggelamkan sepenuhnya kontol Rendi ke
dalam vaginaku.
Dinding-dinding vaginaku langsung terasa
menguncup meremasi batangan kontol besar itu. Saraf-daraf pekaku bergerak
menjepit dan melumat ketat batangan itu seakan tidak akan dilepaskannya lagi.
Dan saat Rendi menariknya ke atas untuk kembali ditusukkannya, tak bisa
kuhindarkan lagi teriakan nikmatku. Aku mendengus-dengus seperti sapi betina.
Kuangkat kakiku untuk menjepit pinggul Rendi dan pantatku naik turun dengan
cepat menjemput dan menarik kontol Rendi dalam vaginaku. Seluruh tubuhku
bergetar dengan hebat.
Rendi langsung memompa dengan cepat dan keras.
Batang kontolnya terasa seperti batu panas yang terus naik turun dan keluar
masuk dengan hebat di vaginaku. Ciuman dan lumatan gilanya bersambut dengan
lumatan gilaku juga. Kami berdua tenggelam dalam gelombang kenikmatan yang
bertalu-talu. Akhirnya Rendi yang tak mampu bertahan lagi, memuntahkan
spermanya langsung ke dalam vaginaku. Aku sepenuhnya tidak keberatan. Bahkan
sangat merindukan untuk merasakan hangatnya semburan sperma Rendi dalam
vaginaku ini. Aku menyambutnya dengan terus menggoyang-goyang pantatku dan
vaginaku memerasnya hingga seluruh sperma Rendi habis.
Dan tepat pada saat tetes terakhir sperma
Rendi, aku kembali merasakan desakan nikmat seperti akan kencing seperti halnya
yang kurasakan kemarin di rumah. Aku akan meraih kembali orgasmeku yang sejak
15 jam terakhir sungguh-sungguh kunantikan. Dan saat orgasme datang, aku sudah
tak sadar lagi, betapa emosiku yang langsung meledak oleh nafsu birahiku dengan
tak sadar telah menancapkan dan menggoreskan kukuku ke punggung Rendi.
Persetan. Rendi berteriak kesakitan atas goresan di punggungnya itu. Tetapi dia
teruskan saja kocokkan kontolnya dalam upaya membantuku meraih kepuasan
orgasmeku.
Begitu usai kami berdua langsung jatuh
tergolek di kasur. Tangan-tangan kami terentang untuk menghela nafas-nafas kami
agar mudah menarik oksigen villa Bogor yang sejuk ini. Aku dan Rendi terlelap
beberapa waktu. Saat aku terbangun jam sudah menunjukkan pukul 5.10 sore.
Kubangunkan Rendi. Rasanya masih enak untuk terus tidur. Tetapi kami takut
kemalaman sampai Jakarta. Hari ini kami harus cukup puas dengan hanya sekali
mendayung kenikmatan dalam lautan perselingkuhan yang nikmat ini.
Dan aku langsung sepakat saat Rendi mengajakku
untuk terus mengisi hari-hari sebelum Mas Adit pulang untuk bersama mengarungi
samudra nikmatnya perselingkuhan ini. Besok dia akan kembali menunggu di suatu
tempat yang belum ditentukannya. Dia berjanji akan meneleponku besok pagi.
Pukul 8 malam, dengan taksi Blue Bird aku
sudah sampai di rumah kembali. Aku turun dari taksi tanpa lupa kembali memakai
blus lengan panjangku untuk menyembunyikan gaun sensualku yang menampakkan bahu
mulusku. Malam itu aku tidur sangat nyenyak dengan mimpi-mimpi indahku. Setelah
aku meminum segelas besar juice tomat ditambah semangkuk sedang yoghurt campur
madu aku, langsung tertidur dan di jemput mimpiku.
Aku sepertinya sedang terbang di atas awan
yang tinggi. Di bawah sana kulihat Mas Adit berada di bukit yang luas dengan
rumput yang sangat hijau. Kulihat dia membawa kertas-kertas catatan dan blue
print proyek. Dengan topi helm proyeknya dia menengadah ke atas, melihatku dan
melambaikan tangannya. Aku datang dan kami langsung berpelukan. Lama bibirnya
melumat bibirku. Kemudian rasanya aku menerima roll meter darinya. Aku berlari
ke ujung bukit menarik roll meter itu mengukur panjangnya halaman. Kemudian aku
berlari kembali ke pelukannya.
Sesaat Mas Adit melepaskan pelukannya untuk
beranjak menuju semak rerumputan yang penuh bunga liar. Dia petik setangkai dan
diciumnya. Kemudian dia serahkan bunga itu kepadaku. Aku ikut menciumnya. Dia
buka blue print di tangannya. Itu adalah gambar rumah kami. Rumah mungil di
atas bukit. Ada burung-burung yang terbang bebas. Ada luncuran anak yang
berwarna biru. Ada tanaman cabai yang menjadi kesukaan kami berdua. Aku
terbangun karena suara teleponku yang berdering. Kulihat jam menujukkan pukul
9.05 pagi. Aku telah tertidur lebih dari 10 jam. Aku turun dengan dengan cepat
dari ranjang menghampiri pesawat telepon dan kuraih. Di ujung sana kudengar
suara Mas Adit.
"Kemarin aku telepon berkali-kali
seharian. Kamu ke mana?", agak geragapan juga aku menjawabnya.
"Ini Mas, aku ke Senen, nyarikan kado
buat anaknya Pak Targo tetangga kita yang berulang tahun. Terus aku antarkan
dan yaa, jadinya ngobrol sama ibunya sampai jam 8 malam", demikian
lancarnya untuk aku yang tidak pernah membohongi suamiku selama ini.
Mas Adit tidak lagi mempersoalkan hilangnya
aku kemarin. Dia berkata bahwa kemungkinan ia akan pulang pada hari Senin. Dan
dia ulangi lagi bahwa kain tenun yang kuimpikan juga sudah diperolehnya.
"Kini aku sudah tidak mengimpikan lagi
kain tenun itu. Kini aku lebih senang mengimpikan kontol Rendi yang besar,
panjang dan kepalanya yang mengkilap itu, Mass", ujarku (dalam hati,
tentunya).
Saat aku mandi, kembali telepon berdering. Aku
pastikan bahwa ini dari Rendi, dan ternyata memang benar.
"Kamu mau makan apa siang ini,
Mbak?".
"Terserah Rendi saja".
"Mau Ribnya Tony Romas atau gado-gado
pasar Blopo".
"Gado-gado? Boleh juga".
"Gado-gado saja Ren, lagian tidak terlalu
jauh dari rumahku".
Hari ini aku memilih mengenakan celana jeans
ketatku, dengan blus kaos oblongku yang pendek modelnya, yang memang didesain
untuk memperlihatkan pusar pemakainya. Aku memang ingin menunjukkan pusarku
pada Rendi agar nafsu birahinya terbakar lebih hebat lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar