![bugil mandi [Portal Seks]](http://galleries.allgravure.com/13163/rio-hamasaki-kimono2/5.jpg)
Sesuai dengan janji, tepat pukul 12 aku sudah
duduk di bangku warung gado-gado Boplo yang sangat terkenal di seantero Jakarta
itu. Harganya selangit. Untuk seporsi gado-gadonya Rendi mesti membayar Rp. 25
ribu. Bandingkan dengan tukang gado-gado di rumah, hanya Rp. 2,500 saja.
Sepuluh kalinya. Tiba-tiba saat menunggu pesanan, masuklah sebuah Lancer sedan
dan parkir tepat di samping mobil Rendi. Nampak Rendi terkejut. Dia berkata
bahwa itu adalah mobil teman kantornya.
Kemudian kulihat ada 2 orang turun dari mobil
itu. Wow, cukup keren juga mereka. Tampak Rendi menjadi gugup tetapi tidak bisa
mengelak. Teman-temannya itu langsung pula menatap dan mendatangi kami.
"Hai, ketemu di sini, nih.. asyik juga
yaa..".
Dan mau tidak mau Rendi terpaksa
memperkenalkan mereka padaku. Yang bernama Burhan, cukup jangkung dengan
kulitnya yang agak gelap. Yang satunya bernama Wijaya, nampaknya keturunan
chinese, tubuhnya berotot seperti binaragawan. Mereka tersenyum ramah padaku.
Saat Rendi menyebutkan bahwa aku adalah Bu Adit mereka tidak terlalu terkeju.
Hanya nampak mata-mata mereka yang nakal seakan ingin melahap tubuhku.
"Kami pernah melihat Ibu di tempat Pak
Anggoro, boss kami, saat ada pesta tunangan putranya", begitu mereka menjelaskan
mengenai kenalnya mereka padaku.
Aku mencoba mengingat-ingatnya. Kemudian
mereka mencari tempat duduk yang agak berjauhan dari tempat duduk kami. Aku
setuju saja saat Rendi mengusulkan untuk kembali ke villa di Bogor itu. Dan
kami segera bergegas agar punya waktu lebih panjang untuk berasyik masyuk di
sana.
Saat kami beranjak meninggalkan warung itu,
kami melambaikan tangan untuk teman-teman Rendi yang juga teman suamiku itu.
Mereka membalasnya, dan kulihat mata Burhan yang nakal mengernyitkan alisnya
padaku dan melepas senyumannya. Ah, dia nampak jantan juga. Dengan kulitnya
yang agak gelap, seperti apa ya kontolnya, pikiran gatalku lewat begitu saja.
Sepanjang jalan Rendi lebih banyak diam.
Mungkin dia agak panik hingga hilang "mood"nya. Tapi aku berusaha
menenangkannya. Biasanya antar lelaki tak akan membocorkan rahasia temannya.
Kutepuk pundaknya supaya tenang. Sepertinya dia ingin menunda kencan selingkuh
ini, tetapi tampaknya dia malu kalau akan dianggap sebagai pengecut olehku.
Lagian mana aku mau..!! Persetan dengan teman-teman Rendi yang juga teman
suamiku itu..
Jam 2 tepat kami sudah memasuki halaman villa.
Pak Samin membukakan pintu halaman. Rendi memakirkan mobilnya di tempat parkir
kemarin. Kami turun dari mobil dan aku menaiki tangga villa, sementara Rendi
menemui Pak Samin sebentar. Begitu memasuki kamar kembali, sebagaimana kami
memasuki kamar yang sama kemarin, kami langsung berpagutan. Kali ini kami
saling menikmati pagutan-pagutan kami cukup lama. Nampaknya Rendi sudah tak lagi
terpengaruh dengan teman-temannya tadi.
Aku buka saja ikat pinggangnya, kancing
celananya, resluitingnya. Aku lepaskan celananya dan kulemparkan ke bangku yang
ada di kamar itu. Begitu pula kemejanya hingga yang tertinggal hanya celana
dalamnya. Hal yang amat kusukai adalah melihat Rendi setengah telanjang seperti
itu. Sebelum aku sendiri melucuti kaos oblongku, Rendi menciumi pusarku yang
sejak tadi telah begitu menarik libidonya. Aku menikmati sepenuh sanubariku.
Kuelus-elus kepala Rendi yang bibrrnya sedang melumat pusarku dengan lembut
itu. Kemudian hanya dengan membuka blus dan BH-ku sehingga nampak payudaraku
yang lepas dan belum menanggalkan celana jeansku, kudorong Rendi ke ranjang.
Aku terobsesi mengulangi seperti kemarin, menciumi lehernya, menjilati dan
menggigit dadanya dan lembah harum ketiaknya.
Rendi hanya pasrah dan membiarkanku menikmati
apa yang ingin kunikmati dari tubuhnya. Dia hanya mendesah dan setiap kali
mengelus kepalaku sambil menyibakkan rambutku agar tidak mengganggu kesenanganku.
Tiba-tiba terdengar pintu halaman villa
berderit. Ada yang datang. Rendi buru-buru bangkit. Kali ini kulihat dia sangat
terkejut. Aku menyusul bangkit untuk melihat siapa yang datang. Ternyata itu
mobil Lancer sedan. Rupanya Burhan dan Wijaya sengaja membuntuti kami. Rendi
memukul tangannya sendiri menahan kekesalannya. Aku sendiri berusaha untuk
tenang. Kulihat Burhan dan Wijaya turun dari mobil dan menaiki tangga villa.
Mereka langsung duduk di berandanya. Rendi yang sangat kesal buru-buru berpakaian,
tidak terlampau rapi dan dengan terpaksa dia keluar. Dia menemui kedua temannya
tersebut.
"Huh, kamu mbuntuti aku ya..", nada
bicaranya nampak sangat tidak bersahabat.
"Ah, nggak kok, kami memang sering main
ke villa Pak Anggoro ini. Ya Wid, omong-omong bagi-bagi dong", Burhan
menyahut sewotnya Rendi dan dengan enteng menyampaikan keinginannya untuk ikut
mendapatkan bagian nikmat.
Aku tahu pasti yang dimaksud adalah minta
kesempatan agar mereka juga kebagian ikut menikmati tubuhku sementara suaminya
yang teman mereka sendiri sedang bertugas keluar kota. Hatiku sendiri berdesir
mendengar omongan mereka ini. Aku mencoba mengintip dari celah pintu. Nampak
Rendi sedang menempelkan jari telunjuknya di bibirnya, maksudnya agar tidak
terlampau keras bicara karena takut aku akan mendengarnya.
"Memangnya kenapa..? Mungkin dia suka
juga lho kita main bertiga..", kurang ajar orang-orang ini.
Kuperhatikan mereka semuanya. Rupanya mereka
semua ini adalah serigala-serigala yang lapar. Lama mereka saling berbisik
tanpa nampak ada jalan keluar. Tiba-tiba ada yang menjalar dalam darahku.
Sesuatu yang sangat menggairahkan. Sesuatu yang mungkin akan memberikan sensasi
bagiku. Exciting dan sensasional yang akan membakar seluruh atom dalam tubuhku.
Aku membayangkan seandainya saja mereka bertiga ini telanjang bulat, dengan
kontol-kontol mereka yang ngaceng berat mengerumuniku yang terjongkok di
lantai, sambil tangan-tangan mereka mengocok kontolnya masing-masing dan
bersiap sewaktu-waktu sperma mereka muncrat menghujani muka, rambut dan
mulutku. Aku akan menganga selebar-lebarnya agar sperma-sperma mereka tidak
terbuang sia-sia. Aku jadi "horny" sekali.
Kutengok lagi mereka dari celah pintu. Mereka
belum juga kunjung mendapatkan solusi. Sementara libidoku mendesak nafsu
birahiku yang datang akibat bayanganku tentang mereka yang telanjang dan
menyemprotku dengan spermanya yang muncrat-muncrat. Aku tak lagi mampu sabar
menunggu. Aku kuakkan saja pintu kamar itu. Dan mereka semua, Rendi, Burhan dan
Wijaya serentak menengok ke pintu.
Aku, dengan dada yang telah terbuka langsung
membuat mereka tertegun. Entah kaget, entah heran entah bernafsu. Dan aku,
sambil melepas senyuman, kunikmati adegan saat para serigala lapar itu
memelototkan matanya kepadaku. Aku sama sekali tidak perlu berbicara. Aku diam
saja dengan senyumku sementara tanganku bergerak, jariku memilin-milin sendiri
putingku, aku sengaja mendesah keras agar mereka mendengar desahanku dan
terangsang.
"Mmass.. oohh..", aku merasa sangat
kehausan.
Dan sangat menginginkan mereka bertiga segera
melahapku. Aku merelakan diri dan tubuhku untuk mereka kunyah-kunyah. Aku ingin
sekali gigi mereka segera menancap pada pahaku yang lembut, pada bokongku yang
menurut orang sangat sintal, pada buah dadaku yang ranum, pada puting susuku. Aku
heran juga, darimana munculnya sebuah keberanian dan kenekadan yang -bukan
main- telah kulakukan di depan teman-teman suamiku ini. Aku heran juga akan
hadirnya dengan tiba-tiba nafsu "exhibitionist" ini. Kupertontonkan
pada mereka bertiga dadaku yang terbuka dengan payudaraku berikut
puting-puting-nya yang sangat ranum ini. Kudengar suara Rendi yang tersendat.
"Maarr..".
Tetapi juga suara-suara yang lain. Bukan
pembicaraan. Itu adalah suara dengusan Burhan atau Wijaya. Yang kemudian
kulihat adalah Burhan mendahului langkah Rendi mendekatiku. Dia meraihku dan
menutup pintu kamar tidur. Dia pagut bibirku. Dia pagut leher, pundak maupun
payudaraku dengan liar. Dia kesetanan tanpa kontrol. Dia dorong aku ke ranjang.
Aku di gumulinya. Dia remasinya bokongku, dia lumat-lumat payudaraku berikut
putingnya.
Kudengar pintu kamar digedor-gedor dan
akhirnya terbuka. Wijaya masuk kamar. Dia juga langsung merangsekku. Mungkin
dia juga merasa bahwa haknya sama dengan Burhan untuk juga menggelutiku saat
ini. Aku sangat menikmati keroyokan mereka. Untuk menyatakan
"welcome"-ku, aku mendesis dan mendesah sambil tanganku menggapai
ikat pinggang Burhan dan melepasnya. Kubuka celananya, kurogoh kontolnya.
Demikian pula kulakukan yang sama pada Wijaya. Mereka kini sudah setengah
telanjang. Dan selebihnya mereka sendiri yang melucuti dirinya hingga telanjang
bulat.
Burhan dengan penuh ketidaksabaran melucuti
celana jeansku. Dan Wijaya turut membantu melepasnya dari kaki-kakiku. Dengan
sekali renggut celana dalamku juga langsung dilepas oleh Burhan. Ditariknya
kakiku sehingga tubuhku berposisi diagonal dengan pantatku berada di tepian
ranjang. Burhan berdiri di arah kakiku. Dia kuakkan selangkanganku dan dengan
jelasnya menyaksikan nonokku yang mestinya sangat menantang kontolnya. Kemudian
tangan kanannya meraih kaki kiriku, diangkatnya ke arah pundaknya. Dan
selanjutnya dengan ketangkasan yang dimilikinya dan dengan serta merta dia
meraih kontolnya yang telah ngaceng berat untuk di masukkan ke liang
kemaluanku.
Kusaksikan sebentar kontolnya yang hitam. Wow,
ukurannya sama persis dengan besar dan panjangnya kontol Rendi.
Aku bergetar. Aku merindukan kontol seperti
itu sejak meninggalkan warung gado-gado tadi. Sayangnya kontol Rendi tak jadi
menyerangku karena adanya gangguan dari Burhan dan Wijaya ini. Tapi bagiku
akhirnya tak ada bedanya. Kontol Rendi atau kontol Burhan sama saja. Aku akan
memberikan kepuasan seksual untuk pemilik kontol-kontol indah ini. Kontol
Burhan baru saja menempel ke liang vaginaku ketika Wijaya yang juga telah
telanjang bulat naik ke ranjang dan mengangkangiku. Dia berjongkok persis di
atas dadaku. Dan kontolnya yang juga ternyata sebesar para koleganya, si Rendi
dan Burhan, sudah mengacung keras dan kuat, berkilatan batang dan kepalanya
tepat di depan wajahku. Sungguh sangat menggairahkan dan sensasional. Telanjang
bulat dikeroyok teman-teman suamiku yang sama-sama berkontol besar, yang satu
berusaha menembus nonokku, yang lain minta dijilati dan diisap.
Aku tidak tahu di mana Rendi. Mungkin dia mengambek.
Aku membayangkan dia sedang bengong duduk di beranda. Aku sungguh merasa sangat
beruntung. Aneh juga, hal yang beberapa saat sebelumnya hanya dapat
kubayangkan, sekarang telah benar-benar kualami. Burhan menggenjot nonokku.
Kontolnya yang hitam besar dan sangat legit kurasakan saat menembus vaginaku
yang telah membasah sejak bersama Rendi tadi. Sementara itu, Wijaya yang
ngentot mulutku meracau.
"Ayoo, Bu Adit.. isepp Buu.. ayyoo isep
Bu Aditt.. besar mana sama kontol Pak Aditt heehh..", racauannya persis
seperti orang kemasukkan setan pohon randu di belakang kampung di desa
kelahiranku.
Kontol Wijaya ini sangat lezat. Kujilati
akarnya yang menggunung tepat di bawah pangkal batang dan biji pelirnya. Dan
dengan setengah merangkak, Wijaya menusukkan kontol putih besarnya merangsek
mulutku. Dan pelan-pelan memompanya. Entah dimana aku saat ini. Yang dapat
kurasakan hanyalah kenikmatan yang melayang-layang akibat tusukan kontol Burhan
di vaginaku dan rangsekan kontol Wijaya di mulutku. Dan saat lamat-lamat
kudengar rintihan tak tertahankan dari mulut Burhan. Itu pertanda bahwa tak
lama lagi spermanya pasti muncrat. Dengan serta merta kutarik tangan Burhan dan
kuajak naik ke ranjang dan sementara kulepaskan kuluman mulutku pada kontol
Wijaya. Aku ingin agar Burhan menumpahkan spermanya ke mulutku. Aku ingin
meminum spermanya. Burhan dan Wijaya secara berbarengan tahu apa yang
kuinginkan dan mereka melayaniku dengan baik. Wijaya turun menggantikan peran
Burhan mengentot memekku dan Burhan naik untuk mengocok kontolnya sendiri dan
memuncratkan spermanya ke mulutku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar