Rabu, 27 Juni 2012

Susan yang Menawan [part.2]

telanjang [Portal Seks]

Untuk lebih mengakrabkan hubungan kerja di kantor, teman-teman kantor

mengadakan acara pergi bersama ke tempat santai, yaitu di daerah pegunungan yang berhawa

dingin. Semua teman-teman kantor pada ikut, tidak terkecuali Dia.

Namun aturannya, bahwa semua karyawan dan karyawati harus ikut dan tidak

boleh bawa pacar, biar lebih bebas (pada saat itu kami semua belum berkeluarga,

kecuali Dia tentunya). Hanya Dia saja yang diperkecualikan untuk

membawa keluarga (dalam hati aku sangat kecewa, karena tidak bisa bebas

mendekati Dia, karena takut ada suaminya).

Pada hari Jum'at sore, setelah selesai tutup kantor, kita semua sudah berkumpul

di kantor untuk berangkat ke Puncak. Semua yang berangkat ada 17 orang

cowok-cewek termasuk aku, dan Dia bersama suaminya dengan membawa

2 anak kecil, yang ternyata keponakan Dia. Dalam hatiku kejengkelan

bertumpuk, karena Dia sudah bawa suami, tambah keponakan lagi, wuaahh

repot, pikirku saat itu. Untuk membawa ke Puncak, sudah dipersiapkan tiga mobil Panther yang dipakai

oleh karyawan dan satu Kijang yang dipakai oleh keluarga Dia, masing-masing

mobil sudah disediakan supir.

"Kalau 3 mobil nggak cukup, satu orang boleh dech ikut saya, atau biar Dik Uki saja yang ikut mobil saya", kata Dia kepada teman-teman, matanya sambil melihatku.

"Cerdik juga boss yang satu ini", pikirku, dan sangat halus sekali triknya.

Agar Dia tetap dekat denganku, tapi tidak terlalu mencolok, makanya pura-pura menawarkan tetapi langsung

menutup penawaran kepadaku.

"Ayo siapa yang ikut mobil Dia, biar aku yang di Panther aja", kataku pura-pura menawarkan kepada teman-teman, karena

aku tahu, pada tidak ada yang berani satu mobil dengan Dia, rata-rata

mereka pada sungkan.

"Udah dech, biar Uki aja yang ikut, sekali-kali kita kerjain, biar tahu rasa, gimana rasanya satu mobil dengan Dia, mungkin sampai di tempatnya UKi sudah tegang nggak bisa bergerak", kata Nancy temanku

sambil tertawa kecil mau mengerjai aku.

"Ya bener, sampai di tempat aku bisa tegang, tapi bukan tegang karena sungkan, tapi tegang karena nggak

tahan aja berdekatan dengan Dia", kataku dalam hati, dan yang tegang

hanya tertentu saja, tidak seluruh badan.

"Jangan aku dong, yang cewek aja", pintaku berpura-pura.

Tapi teman-temanku langsung lari berebut mobil masing-masing, an akhirnya aku jalan juga ke mobil Dia, dan sekali lagi pura-pura mengumpat mereka.

Suami Dia hanya senyum-senyum melihat kelakuan kami. Oh ya, aku belum

kenalin sama suami Dia. Namanya sebut saja Pak Jimmy, orangnya besar,

gagah dan ganteng (kata teman-teman cewek) dan agak pendiam. Wajahnya mirip

dengan Rudi Salam. Pak Jimmy duduk di jok depan dengan supir. Sedangkan Dia, kedua keponakan

yang masih kecil dan aku duduk di jok tengah. Jok belakang penuh dengan

perbekalan. Begitu aku duduk di mobil, pertama yang kulakukan adalah

mempelajari situasi mobil. Posisi kaca spion, dan posisi duduk supir dan posisi duduk

Pak Jimmy. Sekiranya memungkinkan untuk melakukan serangan awal terhadap

Dia. Dan ternyata masih memungkinkan kalau hanya sekedar serangan-serangan

ringan. Sorry agak kampungan sedikit melakukan serangan ringan di mobil,

habis kukira siapa pun akan sayang membiarkan tangan ini tidak bersinggungan

dengan kemulusan tubuh Dia yang memang sintal, padat dan berisi.

Di perjalanan, Pak Jimmy banyak membaca buku, jadi tidak banyak pembicaraan

kami dengan Pak Jimmy. Dia duduk di sebelah kanan, aku duduk di sebelah

kiri, dan kedua keponakan duduk di antara kami. Sehingga kami cukup leluasa

kalau hanya melakukan cubitan-cubitan kecil di pinggang Dia, kadang

sedikit elusan di pantatnya, maupun pinggangnya. Tapi sebaliknya, tangan

Dia terkadang juga memberikan cubitan halus di pinggangku. Dan setiap

kali aku dicubit, rudalku langsung sudah siap mencari sasaran (maklum usia

masih dalam taraf Pandangan Hidup!Baru memandang sudah hidup).

Setiap kali kusentuh pinggang atau pantatnya, kelihatan Dia agak menghela

nafas, dan wajahnya menunjukkan sedikit tegang. Memang kuakui kalau Ibu

Susan itu tegangan tinggi juga. Tidak ada yang istimewa yang perlu diceritakan

dalam perjalanan, karena jarak kantor kami dengan Puncak tidak lebih dari

50 km, sehingga perjalanan cukup ditempuh tidak lebih dari 40 menit.

Menjelang Maghrib kami semua sudah sampai di Hotel, setelah mandi dan istirahat

sebentar, malam kita gunakan untuk bercanda ria dan menikmati santap malam

Kambing Guling. Kami semua menikmati acara tersebut, kecuali Pak Jimmy.

Dengan alasan mengantuk, maka Pak Jimmy tidak ikut bersama-sama dengan kami.

Dia lebih suka makan di kamar dan akhirnya tertidur. Tinggallah kami semua

dan Dia bercanda ria.

Setelah selesai makan, kami berpencar berkelompok-kelompok. Ada yang bercerita

berkelompok, ada yang jalan-jalan menikmati malam, dan ada yang sekedar

memainkan gitar, dengan lagu-lagu tahun 70-an.

Dia memberi kode ke aku untuk mendekat, dan dia berbisik,

"Dik Uki, anterin saya jalan ya."

"Lha Pak Jimmy?" tanyaku terkejut.

"Udah dech, nggak usah pikirin Pak Jimmy, dia sudah tidur."

"Bu, Pak Jimmy bener sudah tidur?" tanyaku menyelidik.

"Ya begitulah suamiku, dia lebih suka menyendiri dan pasti dia sudah tidur",

kata Dia.

Kami berjalan berdua, dan kami saling membisu. Aku masih diliputi perasaan

takut kalau suaminya tahu, dan pikiranku terus berputar, kuajak kemana ibu

Susan ini.

"Kalau tahu kita berdua gini, gimana Bu", tanyaku memecah kebisuan.

"Dik Uki nggak usah takut, dia percaya kok sama kamu, dikirain kamu kan

masih kecil, masak mau ngapa-ngapain sama aku."

"Ya masih kecil, tapi si kecil ini kan sudah bisa gede, dan bisa membuat

anak kecil", jawabku menggoda.

Dia hanya terseyum dan mencubit pinggangku. Kutangkap tangannya dan

kutarik badannya, sehingga kami jalan berdekapan.

Aku berjalan di sebelah kiri Dia, sehingga tangan kananku dengan leluasa

mendekap pundak Dia, untuk melindungi dari hawa malam yang cukup dingin.

Kami berdua berjalan, aku tahu betul liku-liku jalan di Puncak ini, maka

kubawa Dia di tempat yang sangat aman. Kudekap badannya, kubelai-belai

punggungnya, sambil sesekali kucium telinganya. Perempuan cantik ini mendesah

mengeratkan dekapannya ke tubuhku.

Tangan kiriku mengusap-usap buah dadanya yang kenyal dan padat di balik

baju sweaternya, dan sedikit kuremas, sedangkan tangan kananku untuk meremas

pantatnya yang bundar dan padat. Ciumanku berkali-kali kudaratkan pada tengkuk

dan belakang telinganya. Turun ke pipi, dan akhirnya kami saling berhadapan

dan berdekapan. Kuciumi dengan halus pipinya, turun ke bibirnya. Kukulum

lidahnya, dan bibir kami saling berpadu. Nafas kami berdua sudah

mulai tidak beraturan.

Kedua tanganku kudekapkan erat di punggung Dia, tangan kiriku kugunakan

untuk mendekap pantatnya dan sedikit kutekan, sehingga kekenyalan batang

kemaluanku dapat dirasakan oleh kewanitaannya, dan aku mulai geser-geserkan

kemaluanku di kewanitaannya. Sedangkan tangan kananku kutelusupkan di bawah

sweaternya, untuk mengusap kulit punggungnya yang halus, lembut dan sudah

mulai hangat oleh birahi.

Udara malam semakin dingin, tetapi badan kami berdua sudah semakin panas.

Kami berdua sudah tidak tahan untuk tidak menyelesaikan permainan ini, karena

serangan-serangan awal sudah dimulai sejak tadi sore, ketika dalam perjalanan.

"Dik Uki kita cari tempat yang enak aja Dik", bisik Dia sambil mendesah

menahan birahi.

"Nanti kelamaan, Bu? gimana kalau Pak Jimmy bangun?"

"Dik Uki tenang saja, suamiku itu kalau tidur lama kok, dan nggak pernah

bangun, dan nanti seandainya bangun, gampang kok aku cari alasan."

"Oke dech Bu, yuk kita jalan."

Aku bimbing Dia ke arah hotel yang dekat. Aku tahu persis tempat di

sini yang nyaman buat bossku yang cantik. Hanya lima menit perjalanan kaki kami sudah sampai di hotel yang mungil,

tapi sangat bersih dan aman. Kami memesan kamar yang nyaman. Petugas receptionist

sepertinya mengerti benar kebutuhan kami. Tidak banyak pertanyaan dan langsung

mengantar ke kamar yang kami maksud.

Di dalam kamar, setelah pintu kami kunci, Dia langsung melepaskan

baju sweaternya. Sehingga tinggallah kaus singlet yang tipis dengan belahan

dada agak lebar. Dipadu dengan celana jeans ketat di bawah lutut, sehingga

pinggulnya kelihatan sangat bundar dan padat.

Kami berdua langsung berdekapan. Nafas kami berdua sudah memburu. Wajah

Dia agak menengadah, menunggu ciuman. Matanya sedikit terpejam dan

bibirnya yang tipis sedikit terbuka. Kulumatkan bibir tipis yang sedikit

terbuka. Kuhisap lidahnya, kumainkan lidahnya dengan lidahku dan kueratkan

dekapanku di punggungnya.

Lama kami menikmati ciuman itu. Baru setelah aku puas menikmati bibir yang

tipis, kugeserkan mulutku turun ke lehernya. Aku sangat menikmati ciuman

di leher ini. Karena menurutku leher Dia itu sangat seksi. Lehernya

agak tinggi, dengan kulit yang mulus, dan padat berisi. Sehingga lidahku

menari-nari di lehernya.

"Uhf.. uuhh.. sstt, Diikk Uki, awaas hati-hatii, janggann sampai membekas.."

Nafas Mbak Tatik mulai tidak teratur. Dia ini kalau penampilan luar

sangat anggun dan tenang, tetapi kalau birahinya sudah mulai naik, dia bisa

sangat liar, meskipun tidak sampai teriak-teriak. Dan bossku ini memiliki

tegangan sangat tinggi. Baru disentuh sedikit saja, nafasnya sudah tidak

karuan.

"Mmeemm, jangan khawatirr.. Buu", jawabku menenangkan.

Ciumanku sudah mulai turun ke sebelah atas dari buah dadanya. Kuciumi ke

dua buah dadanya yang ranum, meskipun masih terhalang kaos dan BH. Dia

semakin menengadah, dan kepalanya mendongak ke belakang, dengan mata terpejam,

dan mulut masih bergumam.

"Emm.. uugghh.. Diikk Ukii.. uugghh.."

Kelihatannya Dia sudah mulai tak sabar, dia lepaskan sendiri singletnya,

kemudian BH-nya juga dilepaskan sendiri. Sehingga dengan jelas kedua bukit

bundar, kencang, dengan kedua putingnya yang bulat kecil berwarna coklat

yang sudah tegak. Kedua susunya bergoyang-goyang sebagai akibat goyangan

badannya yang mulai terangsang hebat. Tiba-tiba tangan kanannya memegang kemaluanku yang dari tadi sudah

tegak, dan meremasnya karena sudah gemes.

"Uuhh, mm.. janngan kenceng.. kenceng dong umm, Sakiitt..

mm", teriakku masih sambil menciumi perutnya.

"Sstt.. ggeemess kok.. Diik.. ugghh.."

Karena Dia sering menggerak-gerakkan badannya ke belakang, dan sering

mendongak, maka susunya terlihat bergoyang-goyang, tapi aku harus menahan

badannya dengan kuat supaya tidak jatuh ke belakang. Kuhela Dia dengan kedua

tanganku, dan Dia mendekapkan kedua tangannya di leherku, dia tersenyum

menggoda, kucium susunya, dan sekali lagi dia menggelinjang. Kutidurkan Dia dengan perlahan di atas ranjang. Dia masih memejamkan matanya. Kucium sekali lagi bibirnya, sambil kuusap pipinya dengan tangan

kananku. Aku masih menikmati bibirnya, tapi tanganku sudah mulai bergeser

ke lehernya, turun ke bawah, melingkari lingkaran luar susunya. Kuremas-remas

susunya dengan lembut. Dia semakin menggelinjang. Tangan kirinya mendekap

leherku, dan tangan kanannya menjambak-jambak rambutku. Kedua kakinya

bergerak-gerak tidak karuan di atas ranjang, membuat spreinya sudah tidak beraturan lagi.

Ciumanku kugeser ke leher, dan terus turun ke bawah, kulingkari kedua

payudaranya dengan ciumanku. Aku cium payudara kiri, sedangkan payudara yang sebelah

kanan tetap kuremas-remas dengan tangan kananku.

"Uuughh.. hh.. sstt.." desis Dia menahan rangsangan.

Kuhentikan ciumanku sebentar, karena aku mau melepaskan Jeans-nya. Gila, sepasang kaki indah

dibalik celana jeans mulai kelihatan. Kuturunkan perlahan-lahan celana

jeans-nya, dan akhrinya CD-nya juga kuturunkan sekalian. Nampaklah kemaluan Dia

yang padat berisi dengan belahan indah di tengahnya. Rambut halus dan hitam

pekat menghiasi kemaluannya, kontras dengan warna kulit kemaluannya yang

kuning langsat.

Aku kembali menciumi sekeliling pusarnya, dan kumainkan pusarnya dengan

lidahku, sementara tangan kananku membelai kedua pahanya, yang padat dan

mulus. Kuusap-usapkan dengan lembut kedua pahanya, dan selangkangannya.

Selangkangan yang kanan dengan jari manis, dan selangkangan kiri dengan

telunjuk, kuusapkan secara bersama-sama. Kulingkari sekitar kemaluannya

dengan jari-jariku. Aku selalu menghindari untuk menyentuh

klitorisnya sampai menunggu waktu yang tepat.

Kedua kakinya bergoyang-goyang tidak karuan, pinggulnya juga bergoyang-goyang

naik turun, minta klitorisnya disentuh, tapi aku tetap hanya menyentuh tepian

dari kemaluannya dengan lembut. Setelah puas menciumi pusarnya, kunaikkan

bibirku kembali menciumi lingkaran susunya, baru setelah puas, bibirku

kusentuhkan dengan pentilnya, bersamaan dengan jari tengahku menyentuh klitorisnya.

Menerima perlakuanku seperti itu, dia langsung menarik nafasnya lega, seakan

terpenuhi apa yang diharapkan selama ini, sampai melenguh,

"Uuugh nikmat Dikk Ukii.. uughh.. enakkghk sekali..hhnn sstt.."

Bersamaan dengan lenguhan tersebut, Dia mengeratkan dekapannya di

leherku, dan tanganku dicepitnya dengan kedua kakinya. Liang kemaluannya

telah sangat basah dan sudah sangat merekah, seakan-akan sudah menunggu

pisang yang akan dilahapnya.

Aku masih mengulum pentilnya bergantian kiri dan kanan, sementara ujung

jari tengah tangan kananku masih membelai-belai kitorisnya dengan lembut.

Dalam mengusap klitoris ini harus hati-hati, jangan sampai penuh dengan

tekanan, hal ini sangat disukai oleh Dia. Kedua kakinya sudah tidak

menjepit tangan kananku lagi, tetapi sudah telentang, sehingga liang

kemaluannya merekah dengan lebar, dan tanganku dengan leluasa mengusap klitorisnya dan

bibir kemaluannya.

"Uuughhff.. uugghh eff.. Diikk..Ukii.. eennaakk.. sekalii.. Diikk.. uugghff.."

Lenguhannya yang manja, dan merengek-rengek semakin menambah naiknya birahiku.

Aku terus mempermainkan ujung jari tengahku di klitorisnya, dan kurasakan

kewanitaannya semakin basah.

"Diik.. Ukii.. uugghff masukiin, Dik.. akuu sudaah tiidakk tahaan.. uugghhff.."

Rengeknya dengan memelas, kuhentikan ciumanku dan kuhentikan juga usapan di klitorisnya. Aku berdiri dengan kedua lututku di antara selangkangannya, kuletakkan kedua kaki Dia di pundakku,

dengan perlahan-lahan kuusapkan kepala kemaluanku dengan bibir kemaluannya.

Kelihatannya dia sudah tidak sabar untuk menerima batang kemaluanku di liang

kemaluannya, karena kedua tangannya memegang pantatku dan menekan pantatku

masuk ke lubang kemaluannya.

Kumasukkan perlahan-lahan batang kemaluanku memasuki laing kewanitaannya.

Mulai dari kepala terus perlahan akhirnya sampai mentok habis ke pangkalnya.

Dia sangat menikmati masukan pertama batang kemaluanku. Pada saat

batang kemaluanku memasuki lubang kewanitaannya dengan perlahan, dia sangat

menikmati dan mengerang dengan lenguhan yang tak berarti.

"Uuugghh.. uuhhgghh",

seakan-akan merasa sangat lega, bagaikan orang haus di padang pasir, diberi air es yang sangat dingin.

"Uugghh.. eehh.."

Kugeser-geserkan batang kemaluanku ke seluruh permukaan liang kemaluannya ke kiri dan ke kanan. Tetap dengan gaya yang khusus buat Dia, yaitu 5:1.

Pada saat 5 tusukan pertama, di mana hanya setengah batang kemaluan yang

masuk ke liang kemaluan, dia menikmati rangsangan yang ada sekeliling permukaan

liang kemaluan, maka dia hanya bergumam, "Eeemm eemm.. sstt.. eemm.."

namun pada saat 1 tusukan terakhir, di mana seluruh batang kemaluan masuk

ke dalam dan menyentuh dasar liang kemaluannya yang menikmatinya dan

mengencangkan jepitan lubang kemaluannya ke batang kemaluanku, kedua kakinya menjepit

leherku, dan kedua tangannya meremas sprei dengan kencang, dan semua badannya

kelihatan mengejang, dan keluar lenguhan berat dari mulutnya

"Uughh..uugghh.. ennaggk Diikk..Uki.. eennakgg.."

Kami terus gunakan gaya 5:1 ini berulang-ulang sampai akhirnya..

"Diikk.. Uki.. akuu suudahh tiidaak kuatt..akuumauu.. keeluuarr.."

"Seebenntarr.. Buu, aakuu.. juggaa mauu keleuaarr.." jawabku.

Dan untuk menjaga agar kami tetap keluar bersama, maka aku sedikit kencangkan

genjotanku ke liang kemaluannya, dan tiba-tiba.. liang kemaluan Dia

bergerak-gerak, menghisap batang kemaluanku. Nah ini yang kutunggu, hisapan

dan sedotan liang kemaluannya sangat kuat di batang kemaluanku, dan tiba

-tiba..

"Diikk.. Ukii.. aakuu keluuarr.."

dan dalam waktu yang bersamaan, batang kemaluanku juga terasa mau jebol dan..

"Aauughh.. crreett.. creett.. creet",

tumpah semua cairan di tubuhku di liang kemaluannya,

dan liang kemaluannya masih bergerak-gerak menghisap batang kemaluanku dan

memberikan sensasi yang tidak dapat terlupakan.

Badan kami berdua lemas sekali dan berkeringat. Aku suka sekali melihat

badannya basah oleh keringat, menambah keseksian tubuhnya. Kami berdua

berdekapan sebentar, dan akhirnya bersiap-siap kembali ke teman-teman.

Semenjak saat itu tidak ada tempat yang tidak kami coba untuk jelajahi,

untuk melepas kerinduan kami "menjelajahi" tubuh masing-masing! Sampai

sekarang, saya telah menjadi salah seorang direktur dan mendapatkan saham yang cukup

lumayan! Hidup adalah seperti roda, saya telah mengalaminya!

TAMAT


Baca : Part 1

Tidak ada komentar: